PENGENDALIAN PENGGUNAAN ROKOK DI INDONESIA

oleh : Laila Andayani

(Internship Advokat Konstitusi)

Penggunaan rokok di tempat umum seringkali menimbulkan masalah. Masalah ini bisa dilihat dari aspek kesehatan, ekonomi, dan sosial baik dari perspektif perorangan ataupun masyarakat. Negara perlu melakukan upaya pengamanan seperti pendidikan kepada masyarakat dan juga mengadakan regulasi yang dapat dijadikan dasar oleh berbagai pihak terkait untuk melaksanakan pengamanan. Sebagaimana tujuan pemerintah untuk menjamin hak-hak masyarakatnya tersalurkan, salah satunya hak atas Kesehatan yang merupakan Hak Asasi Manusia. Hal ini tertuang dalam Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM) Pasal 25 yang menyebutkan bahwa setiap orang berhak atas taraf kehidupan yang memadai untuk kesehatan, kesejahteraan dirinya sendiri dan keluarganya. Diamanatkan pula dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 28H ayat (3) menyebutkan bahwa setiap orang berhak atas jaminan sosial yang memungkinkan pengembangan dirinya secara utuh sebagai manusia yang bermartabat. Inilah yang menjadi dasar mengapa hak atas kesehatan merupakan Hak Asasi Manusia.

Saat ini regulasi tentang pengendalian masalah merokok di Indonesia tertuang dalam Peraturan Pemerintah dan Peraturan Daerah, selain itu ada pula instruksi oleh pihak eksekutif, berupa Instruksi Menteri/Kepala Badan atau Peraturan Gubernur. Regulasi utama saat ini yang khusus mengatur pengendalian masalah rokok adalah Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 109 Tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau bagi Kesehatan.

Definisi rokok berdasarkan Pasal 1 Angka 3 PP Nomor 109 Tahun 2012 adalah salah satu Produk Tembakau yang dimaksudkan untuk dibakar dan dihisap dan/atau dihirup asapnya, termasuk rokok kretek, rokok putih, cerutu atau bentuk lainnya yang dihasilkan dari tanaman nicotiana tabacum, nicotiana rustica, dan spesies lainnya atau sintesisnya yang asapnya mengandung nikotin dan tar, dengan atau tanpa bahan tambahan. Dalam penggunaan rokok ini tentu harus diatur dengan baik karena rokok salah satu zat adiktif yang bila digunakan mengakibatkan bahaya bagi kesehatan individu dan masyarakat.dalam upaya pengamanan rokok.

Kementerian Kesehatan merilis hasil survei global penggunaan tembakau pada usia dewasa (Global Adult Tobacco Survey – GATS) dan menemukan hasilnya selama kurun waktu 10 tahun terakhir terjadi peningkatan signifikan jumlah perokok dewasa sebanyak 8,8 juta orang, yaitu dari 60,3 juta pada tahun 2011 menjadi 69,1 juta perokok pada tahun 2021. Data ini menjadi peringatan bagi kita semua untuk bersama-sama mengupayakan penyelenggaraan keamanan penggunaan rokok. 

Pasal 160 ayat (1) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan menyatakan bahwa Pemerintah, pemerintah daerah bersama masyarakat bertanggung jawab untuk melakukan komunikasi, informasi, dan edukasi yang benar tentang faktor risiko penyakit tidak menular yang mencakup seluruh fase kehidupan. Kemudian dilanjutkan dalam Pasal 160 ayat (2) UU a quo Faktor risiko sebagaimana dimaksud pada ayat (1) antara lain meliputi diet tidak seimbang, kurang aktivitas fisik, merokok, mengkonsumsi alkohol, dan perilaku berlalu lintas yang tidak benar. Oleh sebab itulah, seluruh elemen kehidupan berbangsa dan bernegara turut andil dalam pertanggungjawaban tersebut.

Penyelenggaraan pengamanan penggunaan bahan yang mengandung Zat Adiktif berupa Produk Tembakau bagi kesehatan diarahkan agar tidak mengganggu dan membahayakan kesehatan perorangan, keluarga, masyarakat, dan lingkungan. Hal ini bertujuan untuk:

  1. Melindungi kesehatan perseorangan, keluarga, masyarakat, dan lingkungan dari bahaya bahan yang mengandung karsinogen dan Zat Adiktif dalam Produk Tembakau yang dapat menyebabkan penyakit, kematian, dan menurunkan kualitas hidup;
  2. Melindungi penduduk usia produktif, anak, remaja, dan perempuan hamil dari dorongan lingkungan dan pengaruh iklan dan promosi untuk inisiasi penggunaan dan ketergantungan terhadap bahan yang mengandung Zat Adiktif berupa Produk Tembakau;
  3. Meningkatkan kesadaran dan kewaspadaan masyarakat terhadap bahaya merokok dan manfaat hidup tanpa merokok; dan
  4. Melindungi kesehatan masyarakat dari asap Rokok orang lain.

Penyelenggaraan pengamanan bahan yang mengandung Zat Adiktif berupa Produk Tembakau bagi kesehatan meliputi:

  1. Produksi dan impor;
  2. Peredaran;
  3. Perlindungan khusus bagi anak dan perempuan hamil; dan
  4. Kawasan Tanpa Rokok

Dalam Kawasan Tanpa Rokok yang diwujudkan Pemerintah dan Pemerintah Daerah mencakup antara lain:

  1. Fasilitas pelayanan kesehatan;
  2. Tempat proses belajar mengajar;
  3. Tempat anak bermain;
  4. Tempat ibadah;
  5. Angkutan umum;
  6. Tempat kerja; dan
  7. Tempat umum dan tempat lain yang ditetapkan.

Dalam Kawasan Tanpa Rokok di atas tetap disediakan tempat khusus untuk merokok, namun dalam ruang terpisah yang merupakan ruang terbuka yang berhubungan langsung dengan udara luar. Setiap daerah, Pemerintah Daerahnya wajib menetapkan Kawasan Tanpa Rokok di wilayahnya dengan Peraturan Daerah.

Peran serta masyarakat, Pemerintah, dan Pemerintah Daerah wajib ditingkatkan dengan menyebarluaskan informasi dan edukasi penyelenggaraan pengamanan bahan yang mengandung Zat Adiktif berupa Produk Tembakau bagi kesehatan. Status quo saat ini, kita sudah sering menemui Kawasan Tanpa Rokok di Indonesia. Hal ini tentu merupakan wujud penyelenggaraan pengamanan rokok, PR selanjutnya adalah memastikan Kawasan yang telah ditetapkan tersebut dijalankan dan dipatuhi sebagaimana mestinya, karena seringkali juga ada pelanggaran dan ketidakpatuhan dalam penggunaan rokok. PR bagi seluruh aspek kehidupan berbangsa bernegara untuk saling mengingatkan dan mematuhi segala regulasi dan ketentuan yang berlaku demi terciptanya keamanan dan kenyamanan. ()