oleh : Fauzul Hadi Aria Langga
Internship Advokat Konstitusi
PENANGANAN KASUS
Setiap penanganan kasus pidana yang terjadi diperlukan satu tahap sebelum masuk ke pengadilan untuk mencari bukti yang kongkrit dan proses tersebut dinamakan penyidikan. Penyidikan merupakan tahap lanjutan dalam beracara di hukum pidana setelah penyelidikan. Yang mana dalam tahap penyidikan ini para penyidik akan menemukan tersangka dan bukti kuat, serta mencari tahu motif-motif kejahatan tersebut. Pihak yang melakukan penyidikan adalah Polisi. Akan tetapi ada pihak lain yang bisa menjadi penyidik yaitu Kejaksaan, KPK, serta orang yang ditunjuk oleh hukum.
Salah satu penyidik adalah jaksa, yang mana tugas seorang jaksa bukan hanya pada penuntutan saja. Mengacu pada Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia, Kejaksaan sebagai salah satu lembaga penegak hukum dituntut untuk lebih berperan dalam menegakkan supremasi hukum, melindungi kepentingan umum, penegakan hak asasi manusia, serta pemberantasan Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN). Bukan hanya itu, kejaksaan juga memiliki tugas dan wewenang dalam melakukan penyelidikan terhadap tindak pidana tertentu. Hal ini sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 30 ayat (1) Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 Tentang Kejaksaan Republik Indonesia.
Jaksa tugas utamanya sebagai penuntut umum sangat relevan jika ingin dijadikan sebagai penyidik. Jika kita melihat dari cakupan kewenangannya sangatlah berhubungan erat. Wewenang penuntut umum sebelum perkara dilimpahkan ke pengadilan mencakup menerima pemberitahuan, memeriksa berkas perkara, melakukan penyidikan, pra penuntutan, melakukan penahanan, membuat surat dakwaan, menutup perkara, dan melimpahkan perkara ke pengadilan. Dengan demikian pelimpahan penyidikan kepada Jaksa dianggap perlu dan penting. Selain membuka ruang satu jalur juga akan menyelenggarakan pengadilan yang cepat.
Dalam tindak pidana korupsi misalnya, Jaksa diberikan ruang untuk melakukan penyidikan. Pasal 44 ayat (4) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2022 Tentang Komisi Pemberantasan Tundak Pidana Korupsi menerangkan jika Jaksa berwenang melakukan penyidikan, sebagaimana bunyinya “Komisi Pemberantasan Korupsi melaksanakan penyidikan sendiri atau dapat melimpahkan perkara tersebut kepada penyidik kepolisian atau kejaksaan”. Selain tindak pidana korupsi, Jaksa juga diberikan wewenang terhadap pelanggaran kasus HAM seperti diterangkan dalam Pasal 11 ayat (1) bahwa “Jaksa Agung sebagai penyidik berwenang melakukan penangkapan untuk kepentingan penyidikan terhadap seseorang yang diduga keras melakukan pelanggaran hak asasi manusia yang berat berdasarkan bukti permulaan yang cukup“. Diberikannya wewenang penyidikan kepada Jaksa bukan tanpa, karena mengingat berperan untuk menegakkan supremasi hukum dan juga melaksanakan penuntutan. Jika penyidikan dilakukan oleh Jaksa maka akan mengetahui secara langsung tanpa perantara karena Jaksa turun langsung ke lapangan.
JAKSA
Jaksa adalah pejabat fungsional yang diberi wewenang oleh undang-undang yang dapat bertindak sebagai penuntut umum dan pelaksana putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap serta wewenang lain berdasarkan undang-undang. Di beberapa negara peran Jaksa sendiri memiliki dua fungsi, yaitu sebagai penyelenggara (prosecutor) atau administrator dan sebagai semi judge atau quasi judicial officer. Prosecutor adalah tindakan jaksa yang menjatuhkan hukuman seberat-beratnya. Semi judge sendiri ialah Jaksa yang berperan untuk melindungi yang tidak bersalah.
Jaksa dalam menjalankan tugasnya tidak hanya berjalan sendiri. Disamping itu juga ada yang namanya Jaksa pengawas yang bertugas mengawasi Jaksa yang lain. Berdasarkan salah satu fungsi Jaksa Pengawas yaitu sebagai pelaksanaan pemeriksaan atas adanya temuan, laporan, pengaduan dugaan pelanggaran disiplin, penyalahgunaan jabatan atau wewenang dan mengusulkan penindakan terhadap pegawai Kejaksaan pada Kejaksaan Tinggi, Kejaksaan Negeri maupun Cabang Kejaksaan Negeri di daerah hukum Kejaksaan Tinggi yang bersangkutan, yang terbukti melakukan pelanggaran disiplin atau tindak pidana serta melihat contoh kasus yang telah ditangani Asisten bidang pengawasan. Jadi selain memeriksa dalam lingkup eksternal, Jaksa pun memiliki wewenang memeriksa dalam lingkup internal yaitu Jaksa itu sendiri.
Dalam proses penyidikan sendiri dinilai sangat penting untuk Jaksa berperan didalamnya. Mengingat Jaksa merupakan instrumen yang akan menuntut suatu perkara dan juga berperan penting atas kehidupan tersangka untuk selanjutnya. Dengan melibatkan Jaksa sebagai penyidik, secara tidak langsung akan memudahkan dalam pembuktian karena tidak ada pihak lain yang menyampaikan dan mencari pembuktian lebih lanjut. Dengan kata lain tidak ada pihak ketiga dalam laporan pembuktian. Jadi, segala keputusan Jaksa nantinya murni dari hasil pengamatannya sendiri, bukan laporan dari bagian lain seperti polisi contohnya.
Selain membuka ruang satu jalur, hal ini juga akan menghidupkan asas dalam peradilan yaitu biaya ringan dan cepat. Tidak dapat dipungkiri bahwa jika ada pihak lain selain Jaksa maka akan menambahkan beban di biaya. Selanjutnya dengan menentukan Jaksa sebagai penyidik akan memudahkan administrasi, seperti berkas yang mudah tertata dan juga laporan yang tidak banyak penanggung jawabnya. Dengan demikian menentukan Jaksa sebagai penyidik sangatlah penting dan juga sejalan dengan kapabilitasnya. Sehingga nantinya bukan hanya pada kasus-kasus tertentu saja Jaksa yang turun tangan, akan tetapi pada semua kasus tindak pidana. Dan selanjutnya ketentuan ini perlu ditetapkan dalam peraturan perundang-undang supaya adanya kepastian hukum. Karena tanpa kepastian hukum, orang tidak tahu apa yang harus diperbuatnya dan akhirnya timbul keresahan.
Pemberian wewenang dalam melakukan penyidikan seharusnya tidak dibatasi dalam tindak pidana tertentu saja, akan lebih baik dan berdaya guna juga diberikan ruang untuk semua tindak pidana, seperti pembunuhan, dll. Karena peran Jaksa berkaitan langsung dengan penegakan hukum, maka akan lebih efektif bila dibuka ruang untuk Jaksa menjalankan proses penyidikan. Karena Jaksa bebas dari pengaruh kekuasaan manapun. Serta perlunya penetapan dalam peraturan perundang-undangan yang lebih komprehensif lagi agar dalam pelaksanaan memiliki kekuatan hukum yang mengikat. Dengan demikian amanat konstitusi Pasal 1 ayat (3) UDD NRI 1945 yang menyatakan Indonesia sebagai negara hukum dapat dijalankan dengan baik. Karena sejatinya negara hukum segala perbuatannya didasarkan atas aturan hukum yang berlaku. Dalam upaya memaksimalkan konsep negara hukum yang mana komponen utamanya adalah keadilan, maka memberikan eksistensi yang lebih kepada Jaksa untuk melakukan penyidikan dinilai sangat memberi dampak positif. Mengingat Jaksa menjadi salah satu pilar penegak hukum yang berhubungan langsung dengan korban maupun tersangka. Oleh karenanya, hal tersebut mampu memberikan memenuhi nilai-nilai keadilan bagi korban maupun tersangka. ()