Oleh Azeem Marhendra Amedi
(Internship Advokat Konstitusi)
Anak-anak adalah salah satu subjek hukum penting yang berhak mendapatkan porsi Hak Asasi Manusia (HAM) yang sama atau bahkan lebih khusus dari orang dewasa. Anak-anak berhak atas perlindungan, penghargaan, dan pemenuhan HAM yang telah dijamin dalam beberapa perjanjian internasional seperti dalam Artikel 25 (2) Universal Declaration of Human Rights (UDHR). Salah satunya anak-anak berhak untuk mendapatkan perlakuan dan pelayanan khusus, yang kemudian makin ditegaskan dalam Convention on the Rights of the Child (CRC).
Konstitusi Indonesia juga mewajibkan Negara bertanggung jawab pada pemenuhan HAM anak, khususnya Pemerintah. Hal demikian diatur dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945). Ada pula pengaturan di aturan-aturan turunan, misalnya saja tentang perlakuan-perlakuan khusus yang terdapat pada Pasal 52 sampai Pasal 66 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (UU HAM) dan Pasal 4 sampai Pasal 16 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, serta perubahannya pada Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 (UU Perlindungan Anak). Perlindungan anak sebagai salah satu kelompok rentan menurut Pasal 5 ayat (3) UU HAM karena berhaknya mereka untuk mendapat perlindungan khusus juga ditambah dengan dibentuknya Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) yang didirikan berdasarkan Pasal 74 dan 75 UU Perlindungan Anak. Walaupun demikian, masih maraknya kasus anak-anak Indonesia yang harus berhadapan dengan hukum, dieksploitasi, menjadi korban kekerasan, korban perdagangan manusia, dan bahkan ditelantarkan.
Berdasarkan data KPAI tahun 2020, total ada 6.519 kasus yang melibatkan anak-anak terdata dan ditangani oleh KPAI, baik dari pusat maupun di tingkat daerah. KPAI mengakui belum maksimalnya penyelenggaraan sosialisasi tentang pengasuhan anak, pendidikan anak, pemenuhan kebutuhan dasar anak, dan peran keluarga dalam perlindungan anak hingga menyebabkan masih maraknya kasus anak-anak yang terlibat dalam kekerasan fisik biasa, kekerasan seksual, perkawinan anak, hingga perdagangan manusia. Kondisi ini makin diperparah dengan adanya pandemi COVID-19.
Apakah maraknya kasus tersebut menjadi tanda tanya besar pada komitmen negara untuk melindungi generasi penerus? Bisa jadi. Seakan-akan diskursus tentang perlindungan anak tidak tersorot dengan baik atau bahkan jarang sekali dibahas pada proses ketatanegaraan, seperti dalam rapat-rapat pemerintahan. Tidak ada arah yang jelas mengenai kebijakan apa yang diambil untuk memastikan perlindungan dan pemenuhan hak anak dapat diselenggarakan secara maksimal, apalagi di masa pandemi. Negara seperti terlalu fokus pada peningkatan ekonomi, tanpa sedetikpun memikirkan pemenuhan hak fundamental generasi penerus yang semestinya mendapat perlindungan khusus oleh Negara.
Semestinya KPAI tidak dibiarkan seperti entitas sendiri tanpa memiliki pengarah. Negara seperti tidak memberikan solusi tegas untuk menyelenggarakan perlindungan, padahal kewajiban untuk menghormati, melindungi, dan memenuhi HAM, terlebih lagi pada anak-anak, adalah kewajiban negara, termaktub pada Pasal 28I ayat (4) dan Pasal 5 ayat (3) UU HAM. Bahwa dalam rangka penyelenggaraan kewajiban perlindungan hak anak, Negara melalui Pemerintah harus menyiapkan segala upaya untuk memberikan perlindungan khusus pada anak-anak sebagai kelompok rentan.
Perlindungan yang dimaksud bukan hanya dalam arti menyerahkan kewajiban sepenuhnya pada keluarga. Bukan juga hanya sekadar membuat rancangan undang-undang yang terlalu jauh mengatur urusan privat masing-masing keluarga. Perlindungan tersebut harus dipahami sebagai usaha meningkatkan kualitas pendidikan, sosialisasi pada keluarga, menjamin akses-akses kebutuhan hak sipil seperti layanan kesehatan, perlindungan hukum pada anak, kebebasan pengembangan diri, dan perlindungan dari diskriminasi.
Jika melihat dari hal-hal tersebut, masih banyak ditemukan kasus-kasus yang mencerminkan ketidakseriusan Negara dalam menjamin perlindungan generasi penerus karena gagal melakukan perlindungan. Misalnya saja, terlihat dari masih adanya kasus pemerkosaan anak remaja di Kembangan, Jakarta Barat (19/3), 11 kasus pelibatan anak dalam kampanye politik pada 2020, hingga kasus perundungan di beberapa institusi pendidikan, dari tingkat dasar hingga perguruan tinggi. Di luar kasus itupun, banyak kasus-kasus serupa yang terjadi di kalangan kanak-kanak.
Solusi dari seluruh permasalahan terkait hak anak ini adalah menjamin lingkungannya dipenuhi dengan akses perlindungan hak asasi mereka. Pendidikan yang layak secara kualitas dan kemudahan akses untuk menjangkaunya, pengembangan budi pekerti serta kehidupan kewarganegaraan melalui sosialisasi keluarga dan kegiatan ekstrakurikuler, sarana untuk pengembangan diri secara bebas, perlindungan dari diskriminasi pada institusi-institusi di masyarakat (terutama dalam pendidikan dan kesehatan), mengadakan asistensi secara maksimal pada anak-anak yang terlantar, berhadapan dengan hukum, menjadi korban tindak pidana, serta membuka ruang untuk akses keadilan untuk anak secara maksimal dalam peradilan anak.
Pemerintah pun wajib ditagih janjinya untuk memenuhi kewajiban mereka sesuai amanat konstitusi, yakni melindungi segenap tumpah darah rakyat Indonesia. Hal ini haruslah dilakukan mengingat bahwa anak-anak adalah masa depan negara dan termasuk kelompok yang wajib diutamakan dan dikhususkan dalam perlindungannya. Prioritas politik dan ekonomi para pemangku jabatan jangan sampai mendistraksi mereka dari kewajiban konstitusional untuk mengayomi dan melindungi generasi penerus.
Daftar Pustaka
- Rika Saraswati, Hukum Perlindungan Anak di Indonesia, Bandung: Citra Aditya Bakti, 2015.
- Komisi Perlindungan Anak Indonesia, Laporan Kinerja Tahunan 2020: Perlindungan Anak di Era Pandemi COVID-19, 8 Februari 2021.
- Reza Fahlevi, “Aspek Hukum Perlindungan Anak di Indonesia dalam Perspektif Hukum Nasional”, Lex Jurnalica Volume 12 Nomor 3, 2015.
- “Pemerkosaan Bergilir Remaja di Kembangan, KPAI: Harus Ada Hukum Pemberatan”, 19 Maret 2021, https://megapolitan.kompas.com/read/2021/03/19/13355091/pemerkosaan-bergilir-remaja-di-kembangan-kpai-harus-ada-hukuman?page=1, diakses dari Kompas.com pada 19 Maret 2021,
- “KPAI Masih Menemukan Pelibatan Anak-Anak dalam Kampanye Pilkada”, 24 November 2020, https://www.merdeka.com/politik/kpai-masih-menemukan-pelibatan-anak-anak-dalam-kampanye-pilkada.html, diakses dari Merdeka.com pada 19 Maret 2021.
()