Predatory Pricing Menghancurkan UMKM

oleh : Catur Agil Pamungkas

(Internship Advokat Konstitusi)

Beberapa waktu yang lalu, jagad maya ramai membicarakan fenomena ‘Mr. Hu’, ia merupakan salah satu seller yang berasal dari negeri Tirai Bambu. Fenomena ini ramai karena menjual banyak produk impor dengan harga yang jauh lebih murah dari harga pasaran yang ada di Indonesia. Praktik tersebut biasa disebut sebagai predatory pricing atau suatu tindakan anti persaingan usaha dengan melakukan jual rugi atau memasarkan produk dengan harga yang sangat rendah untuk tujuan memenangkan persaingan dagang dan mematikan usaha pesaing, utamanya adalah para pelaku UMKM di Indonesia.

Hal tersebut terjadi berkat tingginya minat masyarakat Indonesia yang beralih melakukan transaksi jual beli melalui e-commerce. Dengan adanya kemajuan teknologi informasi, kini masyarakat cukup mengakses transaksi jual beli untuk memenuhi keperluan sehari hari melalui gawai masing-masing. Kebiasaan baru tersebut muncul dan dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah satunya adalah keuntungan yang ditawarkan oleh e-commerce, mulai dari adanya potongan harga produk, potongan harga pengiriman hingga kemudahan pembelian barang impor dengan harga yang jauh lebih rendah dari harga pasaran di dalam negeri.

Hadirnya produk impor dalam hal ini menjadi suatu permasalahan baru bagi para pelaku usaha online, tak terkecuali para pelaku UMKM di Indonesia, hal tersebut disebabkan oleh tindakan seller asing yang dalam hal ini dianggap melakukan persaingan dengan cara yang tidak sehat (predatory pricing) dimana beberapa produk yang diperjualbelikan memiliki harga yang bisa 10 kali lipat lebih murah dari harga yang dipasarkan di Indonesia, dengan spesifikasi barang yang kurang lebih sama. maka dari itu, para pelaku Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) kemudian musti gigit jari dan menelan kerugian karena kalah dalam persaingan. 

Praktik Predatory Pricing di Indonesia

Dalam praktiknya, para pelaku predatory pricing meniru produk-produk yang disukai atau yang menjadi kebutuhan dari masyarakat Indonesia, hasil tiruan tersebut kemudian dipasarkan melalui e-commerce Indonesia dengan tambahan diskon dan potongan biaya pengiriman. hal tersebut lah yang kemudian menarik minat para konsumen, yang kemudian memilih produk impor karena adanya perbedaan harga yang cukup signifikan. tentunya, praktik tersebut tidak bisa dibiarkan berlarut larut karena dapat mengancam kesejahteraan para pelaku UMKM serta berpengaruh terhadap perekonomian di Indonesia.

Ketentuan mengenai predatory pricing sebenarnya sudah diatur dalam Undang-undang Kepabeanan yaitu Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 yang telah di amandemen dengan Undang-undang No.17 tahun 2006, yang diatur dalam Bab IV bagian pertama pasal 18 sampai pasal 20. namun nyatanya, praktik tersebut masih belum bisa teratasi dengan optimal. 

Solusi dari praktik predatory pricing

Berdasarkan pemaparan diatas, sebenarnya terdapat beberapa cara yang bisa diambil untuk setidaknya mengurangi atau bahkan menghilangkan praktik curang tersebut, yakni dengan melakukan penguatan regulasi yang berkaitan dengan anti dumping di Indonesia, tidak hanya penguatan dari segi regulasi, tapi nantinya diharapkan juga terjadi penguatan dalam pengawasan di lapangan, sehingga produk-produk impor yang masuk di indonesia benar-benar bisa sesuai dengan ketentuan yang ada dan tidak merugikan para pelaku usaha lokal. 

Selain itu, dari kita sendiri selaku masyarakat sudah semestinya untuk cinta terhadap produk lokal, karena mau bagaimanapun, manakala kita membeli produk-produk dalam negeri, tentunya akan membantu para pelaku UMKM untuk terus menggerakan roda ekonomi. secara kualitas pun sebenarnya banyak produk lokal yang lebih bagus daripada produk impor, baik secara tampilan maupun kegunaanya. ()