Problematika Pendaftaran Hak Merek “Citayam Fashion Week” oleh PT Tiger Wong Entertainment

oleh : Faraz Almira Arelia

Internship Advokat Konstitusi

Perusahaan milik Baim Wong yaitu PT Tiger Wong Entertainment mendaftarkan merek Citayam Fashion Week ke Direktorat Jenderal  Kekayaan Intelektual (DJKI) Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) sebagai hak merek melalui nomor JID2022052181 pada Rabu (20/7/2022). Dilansir dari akun Instagram @baimwong pada Senin (25/7/2022) menjelaskan bahwa Citayam Fashion Week ini bukan milik saya. Ini milik mereka semua, ini milik Indonesia. Saya hanyalah orang yang punya visi menjadikan Citayam Fashion Week sebagai ajang untuk membuat trend ini menjadi wadah yang legal, dan nggak musiman. Dan yang paling penting, bisa memajukan fashion Indonesia di mata dunia,”

Hal ini menuai kritik dari masyarakat salah satunya oleh Ridwan Kamil. “Nasehat saya, tidak semua urusan di dunia ini harus selalu dilihat dari sisi komersial. Fenomena #CitayamFashionWeek itu adalah gerakan organik akar rumput yang tumbuhkembangnya harus natural dan organik pula,” tulisnya, di akun Instagram @ridwankamil, Senin (25/7/2022). 

Berdasarkan penjelasan tersebut. Apa sesungguhnya pengertian hak merek? serta siapa yang berhak mendaftarkan hak merek?

Di dalam Pasal 1 Angka 5 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2016 Tentang Merek dan Indikasi Geografis (selanjutnya disebut UU MIG) menjelaskan bahwa Hak atas Merek adalah hak eksklusif yang diberikan oleh negara kepada pemilik Merek yang terdaftar untuk jangka waktu tertentu dengan menggunakan sendiri Merek tersebut atau memberikan izin kepada pihak lain untuk menggunakannya.

Penjelasan mengenai permohonan pendaftaran tercantum dalam Pasal 4 ayat (1) bahwa permohonan pendaftaran Merek diajukan oleh Pemohon atau Kuasanya kepada Menteri secara elektronik atau non elektronik dalam bahasa Indonesia. Penjelasan lebih lanjut mengenai apa yang dimaksud dengan Pemohon adalah pihak yang mengajukan permohonan Merek atau Indikasi Geografis. 

Berdasarkan penjelasan tersebut, UU MIG tidak menjelaskan secara eksplisit bahwa permohonan merek harus diajukan oleh pemilik merek. Akan tetapi pada Pasal 4 ayat (8) UU MIG menegaskan bahwa “permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib dilampiri dengan surat pernyataan kepemilikan Merek yang dimohonkan pendaftarannya”

Mengenai sanksi UU MIG tidak mengatur secara eksplisit larangan pendaftaran hak merek dilakukan oleh bukan pemilik merek. UU MIG hanya mengatur mengenai larangan penggunaan tanpa hak atas merek yang sama dengan merek terdaftar, hal ini dapat dikenakan pidana berdasarkan Pasal 100 ayat (1) dan (2) UU MIG yang berbunyi:

  • Setiap Orang yang dengan tanpa hak menggunakan Merek yang sama pada keseluruhannya dengan Merek terdaftar milik pihak lain untuk barang dan/atau jasa sejenis yang diproduksi dan/atau diperdagangkan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp2 miliar.
  • Setiap Orang yang dengan tanpa hak menggunakan Merek yang mempunyai persamaan pada pokoknya dengan Merek terdaftar milik pihak lain untuk barang dan/atau jasa sejenis yang diproduksi dan/atau diperdagangkan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 tahun dan/atau denda paling banyak Rp2 miliar.

  ()