Oleh : Catur Agil Pamungkas
Sepekan ini, publik digegerkan dengan kasus penganiayaan brutal yang dilakukan oleh Mario Dandy Satrio, seorang anak pejabat Ditjen Pajak Rafael Alun Trisambodo kepada David putra pengurus GP Ansor Jonathan Lathumahina. Penganiayaan tersebut membuat luka serius hingga membuat David koma dan mesti mendapatkan perawatan medis di rumah sakit.
Polisi dalam hal ini masih mengusut kasus penganiayaan tersebut, setidaknya untuk saat ini, polisi telah menangkap dan menahan Mario sebagai tersangka. Dia dijerat Pasal 76c juncto Pasal 80 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak subsider Pasal 351 ayat (2) KUHP.
Kapolda Metro Jaya, Irjen Pol Fadil Imran menyampaikan bahwa pihak kepolisian tidak peduli dengan latar belakang keluarga si pelaku, dan fokus terhadap materi tindak pidana yang dia lakukan. “Tidak usah khawatir. Kami pasti tidak melihat latar belakang, tapi melihat materi tindak pidana yang dia lakukan. Unsurnya terpenuhi (maka Mario) kami tahan, kami proses,” kata Kapolda Metro Jaya, Irjen Pol Fadil Imran, di Polres Jakarta Barat, Kamis (23/2/2023).
Hal senada juga disampaikan oleh Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD. Ia mengatakan kasus penganiayaan yang dilakukan oleh anak pejabat pada Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan harus diproses secara hukum. “Penganiayaan yang dilakukan oleh anak pejabat ini harus diproses hukum,” kata Mahfud dalam salah satu unggahan di akun Twitter pribadinya, @mohmahfudmd, Jumat (24/2/2023).
Terbukanya Kotak Pandora
Kasus penganiayaan ini merembet kepada beberapa dugaan kasus pidana lain, seperti terbongkarnya plat nomor palsu yang dikendarai oleh tersangka, hingga harta kekayaan ayah tersangka Rafael Alun Trisambodo yang diduga terdapat ketidakwajaran.
Direktur Eksekutif The Indonesian Institute, Adinda Tenriangke Muchtar, berkata kasus penganiayaan ini membuka kotak Pandora. Apalagi diduga kekayaan Rafael Alun lebih besar ketimbang bos Ditjen Pajak. “Itu jadi pertanyaan soal transparansi dan akuntabilitas aparatur sipil negara. Di Indonesia kasus pemutihan pajak dan yang berkaitan dengan pajak, rentan terjadi dan melibatkan pejabat pajak pula,” kata Adinda, Kamis (23/2/2023).
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam hal ini juga menaruh curiga terhadap kekayaan Rafael Alun. Sebab, harta kekayaan Rafael Alun tidak sesuai dengan penghasilan jabatannya. “Kasus pejabat pajak ini kami bilang profilnya tidak sesuai dengan hartanya,” kata Deputi Pencegahan dan Monitoring KPK Pahala Nainggolan, Kamis (23/2/2023).
Pahala melanjutkan, Rafael Alun merupakan pejabat setingkat eselon 3 di Direktorat Jenderal Pajak. Namun harta kekayaannya mencapai Rp 50 miliar. Hal itu tidak sebanding dengan penghasilannya sebagai pejabat pajak di jabatan tersebut. “Terkesan tidak match,” kata Pahala.
Pahala mengatakan telah memerintahkan anak buahnya untuk menelusuri harta kekayaan Rafael Alun. Tim itu berasal dari Direktorat Laporan Harta Penyelenggara Negara KPK. “Sudah bergerak, sudah saya suruh,” kata Pahala, Kamis (23/2/2023). ()