Oleh: Andreas Tamara
Senin, 06 Desember 2022, Rapat Paripurna DPR akhirnya menyetujui Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) untuk disahkan menjadi undang-undang di Kantor Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia.
Menurut Wakil Menteri Hukum dan HAM, Professor Eddy O.S Hiariej, setidaknya terdapat 3 (tiga) urgensi mengapa RKUHP harus segera disahkan.
Pertama, KUHP sudah ketinggalan zaman. KUHP disusun sekitar tahun 1800 dan disahkan di Bbelanda tahun 1870. “Kalau dihitung dari tahun pembuatannya usia KUHP itu sudah lebih dari 200 tahun,” demikian penjelasan Professor Eddy
Kedua, sampai saat ini, tidak ada terjemahan resmi dari KUHP yang berlaku di Indonesia. UU Nomor 1 Tahun 1946 hanya memberlakukan KUHP dalam bahasa Belanda atau yang dikenal dengan wetboek van strafrecht. Hal ini, dapat menimbulkan ketidakpastian hukum.
Ketiga, para pakar hukum pidana terdahulu yang membahas revisi KUHP menurut Professor Eddy merevisi KUHP dengan sejumlah misi, misalnya demokratisasi dimana revisi KUHP diharapkan memberi jaminan terhadap HAM seperti kebebasan berpendapat, dan berekspresi dengan batas tertentu.
Terlepas dari urgensi yang dikemukakan Professor Eddy tersebut, pengesahan RKUHP menjadi KUHP ini mendapat kritikan dari beberapa kalangan masyarakat. Terdapat beberapa pasal dalam RKUHP yang dianggap akan sangat merugikan masyarakat. Salah satu pasal yang dipermasalahkan adalah Pasal 188 RKUHP soal Tindak Pidana terhadap Ideologi Negara. Selengkapnya bunyi pasal tersebut adalah sebagai berikut:.
- Setiap orang yang menyebarkan atau mengembangkan ajaran komunisme/marxisme-leninisme atau paham lain yang bertentangan dengan Pancasila di muka umum dengan lisan atau tulisan termasuk menyebarkan atau mengembangkan melalui media apa pun, dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun.
Sementara pada ayat (6) Pasal tersebut diatur juga bahwa
(6) Tidak dipidana orang yang melakukan kajian terhadap ajaran komunisme/marxisme-leninisme atau paham lain yang bertentangan dengan Pancasila untuk kepentingan ilmu pengetahuan.
Muhammad Isnur dari YLBHI mengkritik frasa ‘paham lain yang bertentangan dengan Pancasila’ dalam Pasal 188 ayat (1) dan (6) di atas, karena dianggap pasal tersebut adalah pasal karet yang bisa digunakan pihak penguasa untuk menjerat pihak yang tidak disukai.
“Istilah ‘paham-paham lain yang bertentangan dengan Pancasila’ ini mengingatkan kita dengan kewajiban ‘asas tunggal Pancasila’ di masa Orde Baru. Saat itu, siapa yang tidak patuh dengan asas tunggal Pancasila maka akan diberangus,” demikian jelas Muhammad Isnur.
Merujuk ketentuan dalam Kitab UndangUnang-Undang Hukum Pidana yang baru disahkan tersebut, diterangkan bahwa KUHP tersebut mulai berlaku setelah 3 (tiga) tahun terhitung sejak tanggal diundangkan, sehingga KUHP yang baru tersebut akan berlaku efektif pada 06 Desember 2025. ()