Oleh: Novi Huriyani
Belakangan beredar video yang memperlihatkan anggota polisi di Papua Barat menjilat kue ulang tahun untuk Tentara Nasional Indonesia (TNI) yang akan diserahkan ke Kodam XVIII Kasuari, viral di media sosial.
Dalam video tersebut tampak beberapa polisi berada di dalam mobil. Salah satu di antara mereka yang memegang sebuah kue bertulis angka 77 dan Tentara Nasional Indonesia.
“Selamat ulang tahun, semoga kita panjang umur”, kata salah seorang polisi dalam video tersebut. Kemudian video memperlihatkan seorang polisi lainnya menjilat kue ulang tahun tersebut.
Diketahui, Polisi dalam video tersebut adalah Bripda Daud M Baransano dan Bripda Yusril Fahry Pratama, anggota Direktorat Lalu Lintas Polda Papua Barat.
Awalnya, Kue itu hendak diberikan sebagai hadiah perayaan HUT ke-77 TNI pada tanggal 5 Oktober 2022 dan akan dibawa ke Markas Kodam XVIII Kasuari. Beruntung kue itu tidak jadi diantar ke jajaran TNI di Kodam 18 Kasuari dan langsung digantikan dengan nasi tumpeng.
Bergerak cepat, Dirlantas Polda Papua Barat langsung menjebloskan keduanya ke Rutan Polda Papua Barat dan memberikan klarifikasi serta permohonan maaf. Buntut kasus ini, kedua anggota polisi itu sudah dipecat setelah menjalani sidang etik.
“Hasil sidang tadi, keduanya di-PTDH (Pemberhentian Tidak Dengan Hormat). Ini merupakan bentuk komitmen Polri khususnya Polda Papua Barat terhadap anggota yang melakukan kesalahan”, kata Kabid Humas Polda Papua Barat Kombes Adam Erwindi, Jumat (7/10).
Menanggapi kasus ini, Kapolda Papua Barat Irjen Daniel Tahi Monang Silitonga telah menemui Pangdam 18 Kasuari, Mayjen TNI Gabriel Lema untuk menyampaikan permohonan maaf. Keduanya berkomitmen untuk tetap kompak dan terus menjaga soliditas terlepas dari insiden itu.
“Pada kesempatan ini, saya dan saudara saya Pangdam Kasuari, menyampaikan permohonan maaf yang sedalam-dalamnya atas ulah anggota saya yang tadi pagi membuat konten yang kurang mengenakkan saudara-saudara saya di Kodam Kasuari dan TNI di seluruh Indonesia”, kata Daniel.
Pada kesempatan yang sama, Pangdam XVIII/Kasuari Mayjen Gabriel Lema menyatakan pihaknya menerima permohonan maaf itu. Ia menyampaikan komitmen untuk selalu menjaga sinergitas dan soliditas dengan Polri.
“Intinya permohonan maaf, kami dengan tulus ikhlas tentunya kami juga sangat menerima permohonan maaf tersebut dan juga kami komitmen jajaran kami seluruh prajurit lebih utamakan sinergitas, kekompakan dan kebersamaan”, kata Gabriel
Diketahui, 2 oknum polisi tersebut baru 3 bulan kerja namun sudah mendapatkan sanksi berupa PTDH akibat perbuatan tercela yang mereka lakukan. Keluarga kedua polisi melalui perwakilannya sekaligus orang tua dari Bripda Fahry, Rahman Mangante, berharap agar pihak kepolisian meninjau kembali keputusan pemecatan dua polisi tersebut.
“Kami sebagai orangtua menyampaikan permohonan maaf kepada pimpinan institusi Polri dan TNI atas tindakan yang dilakukan oleh anak-anak kami dengan memposting video kue ulang tahun HUT TNI”, kata Rahman, saat konferensi pers, Sabtu (8/10/2022).
Rahman yang juga Ketua Kerukunan Keluarga Sulawesi Selatan (KKSS) Manokwari, berharap kemurahan hati pimpinan kedua institusi itu meninjau hukuman yang diputuskan terhadap anggota polisi yang berdinas di Direktorat Lalu Lintas Polda Papua Barat tersebut.
“Mereka masih anak-anak yang labil. Walaupun perbuatannya mencederai banyak orang, kami berharap apa yang diputuskan itu bisa ditinjau kembali, mereka diampuni,” tuturnya.
Lantas, pasal apa yang dikenakan terhadap Bripda Daud dan Bripda Fakhry?
Baik Bripda Daud maupun Bripda Fahry dikenakan Pasal 14 ayat (1) huruf b Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2003 Tentang Pemberhentian Anggota Polri Jo Pasal 5 ayat (1) huruf b dan/atau Pasal 8 huruf f dan/atau Pasal 13 huruf g angka (1) dan/atau Pasal 13 huruf m Perpol Nomor 7 tahun 2022 tentang Kode Etik Profesi dan Komisi Kode Etik Polri.
Namun, meski dijatuhkan sanksi berupa PTDH, kedua oknum polisi tersebut diberikan ruang untuk melakukan banding.
Terkait alur permohonan banding ini tertuang dalam BAB V Komisi Kode Etik Polri (KKEP) Banding Peraturan Kepolisian RI (Perpol) Nomor 7 Tahun 2022 tentang
Kode Etik Profesi dan Komisi Etik Kepolisian RI, Pasal 69-70.
Pasal 69
(1) Perpol 7/2022 menjelaskan pemohon banding yang dijatuhkan sanksi administratif berhak mengajukan Banding atas putusan sidang kepada pejabat pembentuk KKEP Banding melalui Sekretariat KKEP.
(2) Pernyataan banding ditandatangani oleh pemohon banding dan disampaikan secara tertulis melalui Sekretariat KKEP dalam jangka waktu paling lama tiga hari kerja setelah putusan Sidang dibacakan KKEP.
(3) Setelah adanya pernyataan banding, pemohon banding mengajukan memori kepada Pejabat pembentuk KKEP Banding melalui Sekretariat KKEP Banding dalam jangka waktu paling lama 21 hari kerja sejak diterimanya putusan Sidang KKEP.
Pasal 70
(1) Perpol 7/2022 menjelaskan Sekretariat KKEP setelah menerima memori banding dari pelanggar memproses administrasi usulan pembentukan KKEP Banding kepada pejabat pembentuk KKEP Banding dalam jangka waktu paling lama lima hari kerja.
Namun terkait pemberhentian tidak dengan hormat yang di jatuhkan kepada 2 oknum polisi terkait perbuatan tercela ini mendapatkan pro dan kontra. Hal ini datang dari Pengamat Kepolisian sekaligus peneliti Institute for Security and Strategic Studies (ISESS), Bambang Rukminto juga mendasari pernyataannya pada Peraturan Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 7 tahun 2022 tentang Kode Etik Profesi dan Komisi Kode Etik Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Menurut pasal 54 Perpol Nomor 7 tahun 2022, Sidang KKEP terdiri dari sidang dengan acara pemeriksaan cepat, dan sidang dengan acara pemeriksaan biasa.
Sidang dengan acara pemeriksaan cepat dilakukan untuk Pelanggaran KEPP kategori ringan.
Sedangkan sidang dengan acara pemeriksaan biasa dilakukan untuk Pelanggaran KEPP kategori sedang dan kategori berat. Bambang mengatakan, proses sidang KKEP untuk polisi penjilat kue HUT TNI sangatlah cepat.
Peristiwa jilat kue HUT TNI itu terjadi pada 5 Oktober 2022, dan hasil sidang etik keluar pada 7 Oktober 2022.
“Padahal Perpol 7/2022 itu juga mengatur jadwal pembentukan KKEP, pelaksanaan sidang, dan seterusnya”.
“Kalau benar mereka sudah divonis PTDH oleh sidang, artinya itu kesewenang-wenangan atasan hukum mereka”, ujarnya.
Keanehan juga tampak dalam pelaksanaan Perpol Nomor 7 tahun 2022 itu.
“Malah jadi aneh kan, pemeriksaan cepat untuk kategori pelanggaran ringan.”
“Sementara PTDH adalah sanksi untuk pelanggaran paling berat. Di situ tampak kontradiksi” ungkap Bambang.
Lebih lanjut, Bambang juga mengatakan publik juga bisa membandingkan dengan sidang etik untuk kasus obstruction of justice dalam kasus Ferdy Sambo. ()