oleh : Rike Patmanasari
Internship Advokat Konstitusi
Dalam pemeriksaan perkara pidana untuk mencari kebenaran materiil, harus dapat terungkap hal-hal yang berkaitan dengannya secara jelas, salah satunya yang mendukung adalah keterangan seorang ahli forensik yang dapat menjadi pertimbangan untuk aparat penegak hukum dalam memperoleh keyakinan yang seadil-adilnya.
Keterangan ahli forensik itu dituangkan dalam sebuah Visum et Repertum, dibuat oleh seorang dokter spesialis forensik yang ahli dibidangnya dengan berpegang teguh pada sumpah yang sesuai dengan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Salah satu cabang Visum et Repertum adalah Visum et Repertum Psikiatrikum, yang merupakan keterangan dari dokter spesialis jiwa mengenai keadaan psikis seseorang untuk kepentingan hukum.
Menurut R. Soeparmono, secara etimologi Visum et Repertum (VeR) berasal dari kata visual yang artinya melihat dan repartum yang artinya melaporkan. Secara terminologi, Visum et Repertum adalah suatu keterangan dokter yang telah disumpah untuk kepentingan hukum. Sedangkan menurut R. Atang Ranoemihardjo, Visum et Repertum adalah suatu keterangan dokter tentang apa yang dilihat dan ditemukan. Sebuah kesaksian tertulis.
Berdasarkan beberapa pengertian menurut para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa, Visum et Repertum adalah sebuah keterangan tertulis yang dibuat oleh seorang dokter atas permintaan oleh penegak hukum yang berwenang atas pemeriksaan medis seorang tersangka atau korban.
Dalam Pasal 1 ayat (2) Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 77 Tahun 2015 tentang Pedoman Pemeriksaan Kesehatan Jiwa untuk Kepentingan Penegakan hukum, Visum et Repertum Psikiatrikum (VeRP) adalah keterangan dokter spesialis kedokteran jiwa yang berbentuk surat sebagai hasil pemeriksaan kesehatan untuk kepentingan hukum.
Visum et Repertum Psikiatrikum sangat perlu dibuat karena adanya Pasal 44 ayat 1 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang berbunyi, “Barangsiapa melakukan perbuatan yang tidak dapat dipertanggungjawabkan padanya disebabkan karena jiwanya cacat dalam tubuhnya atau terganggu karena penyakit, tidak dipidana.” Pasal 187 huruf c KUHAP, “Surat keterangan dari seorang ahli yang memuat pendapat berdasarkan keahliannya mengenai sesuatu hal atau sesuatu keadaan yang diminta secara resmi daripadanya,” jadi fungsi Visum et Repertum Psikiatrikum ini sama dengan alat bukti, yaitu sebagai saksi ahli dalam hal memperjelas keadaan jiwa tersangka, agar para penegak hukum memperoleh keyakinan yang seadil-adilnya.
Kedudukan Visum et Repertum pada hukum pembuktian menurut Hukum Acara Pidana yaitu termasuk sebagai alat bukti surat Pasal 184 ayat 1 huruf c jo. Pasal 187 huruf c KUHAP dimana yang menyatakan bahwa surat keterangan seorang ahli yang memuat pendapat berdasarkan keahliannya mengenai suatu hal atau suatu keadaan yang diminta secara resmi kepadanya. Dalam pemeriksaan perkara pidana yang berhubungan dengan tubuh manusia
diperlukannya bantuan dari seorang ahli kedokteran guna memperoleh keyakinan hakim untuk putusan yang seadil-adilnya.
Penggunaan Visum et Repertum dalam pembuktian perkara tindak pidana memberikan kedudukan hukum sebagai alat bukti yang sah menurut Pasal 184 ayat 1 huruf b dan huruf c Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang KUHAP. Visum et Repertum juga sebagai pengganti barang bukti (Corpus delicti) yang menerangkan peristiwa saat itu terjadi.
Keterangan tertulis pada Visum et Repertum dapat menentukan ada atau tidaknya suatu perbuatan pidana. Seorang dokter harus bekerja secara objektif dengan mengumpulkan kenyataan-kenyataan dan menghubungkannya satu sama lain secara logis untuk kemudian mengambil kesimpulan, maka oleh karenanya pada waktu memberikan laporan harus sesungguh-sungguhnya.
Dengan adanya Visum et Repertum ini dapat membantu penyidik untuk menentukan ada atau tidaknya suatu pidana dan dapat memberikan petunjuk kepada penyidik dalam melakukan penyidikan, serta Visum et Repertum ini dapat memberikan petunjuk dalam menentukan tuduhan apa yang akan diajukan kepada hakim terhadap terdakwa serta dapat membentuk suatu keyakinan hakim dalam persidangan untuk membentuk suatu putusan yang seadil-adilnya. ()