PERKEMBANGAN MEDIA PERS DI INDONESIA

Oleh: Fauzul Hadi Aria Langga

(Internship Advokat Konstitusi)

Kebebasan menyuarakan pendapat menjadi ciri khas sendiri bagi negara yang menganut sistem demokrasi. Negara Indonesia sendiri yang menganut sistem demokrasi mengalami pasang surut mengenai kebebasan berpendapat baik sebelum maupun sesudah kemerdekaannya. Terlebih lagi semasa pendudukan Belanda hingga Jepang media pers sangat sulit berjalan bahkan dicekal keberadaannya, kecuali yang menguntung pemerintahan kolonial pada masa itu. 

Setelah kemerdekaan, Indonesia menghidupkan dunia pers dengan dibuktikan bunyi pasal 28 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD NRI 1945) mengenai berserikat, berkumpul dan menyuarakan pendapat. Hingga pada masa orde baru perkembangan pers masih terbatas dan bisa dikatakan masa kelamnya terhadap kebebasan pers. Sehingga hal ini menjadi salah satu pemicu terjadinya demo besar-besaran yang menggulingkan pemerintahan Soeharto, yang kemudian disebut masa reformasi.

Berakhirnya masa orde baru melahirkan masa reformasi yang sampai saat ini kita rasakan dan sekaligus dibarengi dengan terbitnya Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers (UU Pers). UU ini menjadi angin segar bagi bangsa Indonesia atas kebebasan berpendapat. Gerakan reformasi yang melahirkan UU pers ini telah menjalankan amanat konstitusi khususnya Pasal 5 ayat 1, Pasal 20, pasal 77 dan pasal 28 UUD NRI 1945. Serta ketetapan MPR nomor XVII/MPR/1998 tentang Hak Asasi Manusia. Aturan lain yang ikut serta dalam mengatur ialah revisi terhadap Undang-Undang nomor 24 tahun 1997 tentang penyiaran yang diganti dengan Undang-Undang nomor 32 tahun 2003 Tentang Penyiaran (UU Penyiaran).