Oleh: Fitrah Bukhari
Di Indonesia pemakaian nama Wakanda memiliki makna yang negatif (peyoratif). Terlihat dari seringnya diucapkan oleh masyarakat terutama netizen yang menggandengkan dengan nama instansi, dan menempelkannya dengan sifat yang negatif. Dengan kata lain, Wakanda merupakan gambaran atau ungkapan yang ditujukan untuk kejadian buruk di tanah air.
Namun bagaimana jika kita memandang Wakanda dari perspektif Indonesia? Dalam tulisan ini kita akan sedikit mengulas tentang film Black Panther: Wakanda Forever, dan mengaitkannya dengan beberapa aspek dalam hukum humaniter, agar kita dapat mengambil pelajaran dari apa yang terjadi dalam film tersebut.
Benarlah kata orang, “perang dimulai bukan dari yang kuat, tetapi dari yang merasa cemas”. Tesis ini terbukti dalam film Black Panther: Wakanda Forever. Perang dimulai dari kecemasan Raja Taloka, Namos yang merasa sumber daya alam wilayahnya akan direbut oleh negara lain. Selain itu ia juga berkeinginan untuk mencari sekutu jika peperangan suatu saat akan pecah. Namun bukan sekutu yang didapat, ia malah menimbulkan bencana bagi Wakanda. akhirnya, kedua wilayah ini berperang secara brutal.
Plot ini tiba-tiba muncul di pertengahan setelah kita akan mengira Wakanda akan berperang dengan negara seperti Amerika dan Perancis. Pendapat ini dikuatkan pasca dipanggilnya Ratu Wakanda (Ramonda) ke UN perihal pengelolaan Vibranium yang menjadi sumber daya alam andalan Wakanda. Terlebih sebelum dipanggil, para penjaga Wakanda menemukan sejumlah tentara bayaran yang mencoba masuk ke pusat teknologi negara tersebut dan mencoba mengambil vibranium dengan paksa. Hal inilah yang membuat Ratu Ramonda marah besar di persidangan PBB. Ancaman ternyata tak muncul pasca forum PBB tersebut. Justru berasal dari bawah laut, tempat negara Talokan bersembunyi dengan segala kecemasannya.
Namor yang merasa dikhianati Shuri pada akhirnya menyerang Wakanda dengan kekuatan airnya. seluruh kota Wakanda tenggelam oleh air, bahkan Ratu Ramonda meregang nyawa akibat kedahsyatan serangan Kerajaan Talokan. Pasar, rumah warga hingga istana Wakanda hancur lebur, hingga membuat mayoritas warga Wakanda mengungsi. serangan Talokan dalam konteks hukum perang internasional layak dikatakan sebagai kejahatan perang. sebab tidak memilih sasaran target perangnya. selain itu korban yang berjatuhan juga tidak pandang bulu.
lalu, Bagaimana jika perang Taloka dan Wakanda terjadi di Indonesia?
Banyak pelajaran dari film ini antara lain geopolitik, hubungan internasional dan peperangan. Mungkin juga terkait dengan tingginya tensi ketegangan geopolitik yang terjadi di dunia belakangan ini.
Lalu bagaimana sesungguhnya jika kejadian perang di Wakanda terjadi di Indonesia?
Dalam Pembukaan UUD 1945, Indonesia berkeyakinan bahwa kemerdekaan merupakan hak segala bangsa, sehingga penjajahan di atas dunia harus dihapuskan. Selain itu, salah satu tujuan pemerintahan Negara Indonesia adalah ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.
Dalam Pasal 11 ayat (1) UUD NRI 1945 disebutkan bahwa “Presiden dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat menyatakan perang, membuat perdamaian dan perjanjian dengan negara lain”. Jadi, sebelum ada perang secara fisik berupa turunnya militer, Presiden harus meminta persetujuan dari DPR sebelum mendeklarasikan perang.
Pasal ini kemudian dirujuk dalam UU No. 30 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia. Regulasi ini menyebutkan bahwa salah satu pelaksanaan tugas pokok TNI adalah operasi militer untuk perang. Penggunaan kekuatan TNI dalam rangka melaksanakan hal tersebut dilakukan untuk kepentingan penyelenggaraan pertahanan negara sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Dalam regulasi ini juga ditentukan arti dari operasi militer untuk perang, yaitu segala bentuk pengerahan dan penggunaan kekuatan TNI, untuk melawan kekuatan militer negara lain yang melakukan agresi terhadap Indonesia, dan/atau dalam konflik bersenjata dengan suatu negara lain atau lebih, yang didahului dengan adanya pernyataan perang dan tunduk pada hukum perang internasional.
Regulasi internasional
Peperangan selalu identik dengan perseteruan antara dua negara atau lebih, karena itu patut pula merujuk regulasi internasional untuk mencari penjelasannya. Istilah hukum perang di dunia internasional lebih familiar dengan nama Hukum Humaniter Internasional. Menurut ahli, hukum humaniter ini merupakan cabang dari hukum internasional.
Hukum humaniter menekankan pada akibat yang ditimbulkan oleh peperangan terhadap kemanusiaan, perlindungan korban perang dari luka maupun penderitaan yang berlebih serta mencegah kerusakan yang dahsyat dan berdampak luas. Hukum ini digunakan hanya Ketika terjadinya perang atau konflik bersenjata. Namun, hukum ini tidak berlaku saat kerusuhan massal, huru-hara maupun demonstrasi.
Menurut Andrey Sujatmoko, dalam buku Hukum HAM dan Hukum Humaniter, terdapat penggolongan konflik bersenjata, pertama, konflik bersenjata bersifat internasional yakni konflik yang terjadi antar negara, seperti yang terjadi di di Perang Dunia I dan II. Kedua, konflik bersenjata tidak bersifat internasional, yakni konflik yang terjadi di wilayah negara. Seperti Indonesia menghadapi Gerakan Aceh Merdeka maupun Organisasi Papua Merdeka.
Berbicara mengenai hukum humaniter tidak bisa dilepaskan dari Konvensi Jenewa 1949. Dikenal sebagai konvensi yang paling banyak diterima di seluruh dunia, yang pada intinya adalah tentang perlindungan korban perang. Dikutip dari hukumonline.com, terdapat ketentuan baru yang melengkapi Konvensi Jenewa 1949 yakni Protokol Tambahan I 1997 (“Protokol I”). tujuan dari pelengkapan ini adalah karena metode perang dan aturan tata cara berperang telah berkembang. Protokol tambahan I ini menentukan bahwa hak dari para pihak yang bersengketa untuk memilih alat dan cara berperang adalah tidak tak terbatas, dan dilarang menggunakan senjata proyektil dan alat lainnya yang dapat mengakibatkan luka berlebih atau penderitaan yang tidak perlu.
Seperti diungkap di atas bahwa fokus utama hukum humaniter adalah untuk melindungi kelompok yang tidak terlibat langsung dalam peperangan maupun mereka yang terlibat tapi tidak lagi memiliki kemampuan untuk berperang. Poin utama dari hukum humaniter adalah pertama, masyarakat tidak boleh menjadi sasaran perang. Jika sipil diserang maka disebut sebagai kejahatan perang. Peperangan tidak boleh menyasar perusakan hal yang berhubungan dengan hajat hidup orang banyak seperti ladang pertanian, peternakan, pasar, fasilitas umum, dsb.
Kedua, tahanan harus diberikan haknya. Tidak boleh ada penyiksaan dan perlakuan bunuh terhadap tahanan terlepas dari apa yang pernah dibuat olehnya. Seseorang di tahanan merupakan orang yang tak berkusa untuk mempertahankan diri.memberikan hak berupa makan minum termasuk komunikasi dengan orang yang mereka cintai. Hal tersebut untuk menjaga martabat mereka dan membiarkan mereka tetap hidup, baik fisik maupun mentalnya.
Ketiga, merawat yang sakit dan terluka. Petugas medis harus tetap bertugas dalam kondisi perang, dengan tidak boleh diganggu apalagi jadi sasaran perang. Keempat, membatasi korban perang. Meminimalisir korban perang serta dapat diakhiri secara cepat agar kehidupan bisa damai Kembali.
Peperangan semestinya tidak terjadi baik di Wakanda maupun Indonesia. Sebab perang tidak akan membawa kemaslahatan apapun kecuali jatuhnya korban jiwa, hancurnya infrastruktur publik serta terbukanya ancaman kehilangan generasi. Di tengah tingginya tensi geopolitik saat ini, sebagai negara yang berdaulat Indonesia harus tetap waspada. Tak hanya waspada dari segi militer namun juga mulai mengarah pada kewaspadaan cyber. Perang kini tak lagi klasik seperti pembagian matra di lingkup TNI (darat, laut, udara) melainkan juga ada wilayah lain yang dapat merusak kedaulatan bangsa yakni cyber.
Akhirnya, saya menemukan persamaan Wakanda dan Indonesia, terutama di slogannya. Jika mereka punya Wakanda Forever! Maka Indonesia punya NKRI Harga mati! ()