Hambatan Masyarakat Adat dalam Pengakuan Indikasi Geografis

Oleh: Aliya Musyrifah Anas

Di Indonesia, kekayaan alam yang beragam dan unik di setiap daerah menjadi sumber inspirasi dalam menciptakan Kekayaan Intelektual. Kekayaan Intelektual (KI) adalah hasil dari daya pikir dan kreativitas seseorang yang diekspresikan dalam bentuk teknologi, ilmu pengetahuan, sastra, dan seni budaya. Semua ini merupakan produk dari usaha dan perjuangan individu atau kelompok untuk menciptakan sesuatu yang unik dan bermanfaat. Sehingga, KI menjadi penting karena melindungi hak-hak para pencipta, mendorong inovasi, dan melestarikan kekayaan budaya, serta pengetahuan tradisional.

Dalam suatu daerah atau wilayah, penciptaan KI ini disebut dengan Indikasi Geografis. Indikasi Geografis (IG) merupakan lambang/tanda yang menandakan asal suatu barang atau produk, di mana reputasi, kualitas, dan karakteristiknya dipengaruhi oleh kondisi lingkungan geografis, termasuk faktor alam dan manusia yang ada di wilayah tersebut. IG yang cukup terkenal ialah Kopi Arabika Kintamani Bali, atau di bidang fashion sendiri terdapat Tenun Ikat Sikka asal Nusa Tenggara Timur. Jika suatu produk terdaftar dalam IG, produk tersebut akan terlindungi dari praktik persaingan yang tidak adil dan dapat meningkatkan daya saing produk dalam perdagangan, baik di dalam negeri maupun di pasar internasional. Sehingga, produk ini dapat memberikan manfaat ekonomis bagi daerah asalnya.

Masyarakat Adat memiliki kaitan dan peran yang sangat besar terhadap terciptanya IG. Hubungan tersebut terjadi ketika suatu produk yang memiliki IG berasal dari wilayah yang dihuni oleh Masyarakat Adat. Produk dengan IG sering kali berasal dari wilayah dengan tradisi dan pengetahuan khas, yang sering diturunkan dari generasi ke generasi dalam Masyarakat Adat. Kekayaan budaya dan pengetahuan tradisional ini dapat berdampak langsung pada karakteristik dan kualitas produk.

Perlindungan IG di Indonesia diatur dalam Undang-Undang No. 15 Tahun 2001 tentang Merek (UU Merek). UU ini menetapkan bahwa IG harus didaftarkan terlebih dahulu, sama seperti ketentuan untuk merek dagang. Hak IG juga secara spesifik diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2007 tentang Indikasi Geografis (PP IG). Namun, meskipun terdapat regulasi dan potensi penghasilan suatu produk dari tiap daerah sangat besar, jumlah produk yang terdaftar dalam IG masih sangat terbatas dan kurang memadai. Saat ini, hanya ada 65 produk yang berhasil didaftarkan, termasuk enam produk dari luar negeri. Angka yang sedikit ini menunjukkan adanya hambatan-hambatan dalam pendaftaran IG di Indonesia.

Hambatan ini menandakan pentingnya perhatian dari pemerintah daerah dan masyarakat untuk mengakui dan mengelola potensi IG yang mereka miliki. Dengan memanfaatkan dan mengembangkan potensi IG, diharapkan dapat meningkatkan perekonomian daerah dan mensejahterakan masyarakat. Minimnya pengetahuan masyarakat tentang IG menyebabkan potensi produk dari setiap daerah belum sepenuhnya dilindungi. Masyarakat lebih familiar dengan perlindungan Hak Cipta, Paten, dan Merek daripada IG, sehingga pemahaman tentang IG masih terbatas. Akibatnya, jumlah produk yang berpotensi menjadi IG masih terbatas.

Beberapa masyarakat juga merasa kesulitan terhadap persyaratan administrasi untuk pengajuan IG. Lantas, bagaimana tahap-tahap pengajuan tersebut menurut PP IG?

  • Tahap 1: mengajukan permohonan;
  • Tahap 2:  pemeriksaan administratif;  
  • Tahap 3: pemeriksaan substansi;
  • Tahap 4: pengumuman; 
  • Tahap 5: oposisi pendaftaran;
  • Tahap 6: pendaftaran;
  • Tahap 7: pengawasan terhadap pemakaian indikasi geografis; dan 
  • Tahap 8: banding.

Kurangnya perlindungan yang memadai terhadap IG di Indonesia telah dimanfaatkan oleh negara-negara maju untuk mendaftarkan nama produk asli Indonesia, yang kemudian mereka komersialisasikan untuk memperoleh keuntungan ekonomi. Salah satunya ialah kasus Kopi Toraja, yang namanya digunakan di luar negeri dan mereknya didaftarkan di Amerika.

Pemerintah memiliki harapan tinggi agar masyarakat turut berperan aktif dalam melindungi Kekayaan Intelektual dengan segera mendaftarkan produk-produk berpotensi melalui IG, dengan memperhatikan syarat-syarat yang telah ditetapkan saat melakukan proses pendaftaran. Pemerintah dapat memberikan bantuan dan fasilitasi administratif bagi masyarakat yang ingin mengajukan pendaftaran tersebut. Simplifikasi proses administratif akan membantu masyarakat dalam mengurus persyaratan pengajuan IG. ()