MA Larang Pengadilan Kabulkan Pernikahan Beda Agama Lewat Surat Edaran

Pernikahan beda agama dan keyakinan secara resmi dilarang oleh Mahkamah Agung (MA). Hal ini disebutkan melalui Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 2/Tahun 2023 tentang Petunjuk Bagi Hakim dalam Mengadili Perkara Permohonan Pencatatan Perkawinan Antar-Umat yang Berbeda Agama dan Kepercayaan yang ditujukan ke ketua pengadilan banding dan ketua pengadilan tingkat pertama. Penandatanganan SEMA tersebut dilakukan oleh Ketua MA Muhammad Syarifuddin pada Selasa, 17 Juli 2023. Syarifuddin mengungkapkan perkawinan yang sah adalah perkawinan yang dilakukan menurut hukum masing-masing agama dan kepercayaannya.

“Sesuai dengan Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 8 huruf f Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan,” ujarnya.

Pada Pasal 8 UU Perkawinan disebutkan adanya enam larangan perkawinan antara dua orang, yaitu berhubungan dalam darah garis keturunan lurus ke bawah maupun ke atas; berhubungan darah dalam garis keturunan menyamping, yaitu antara saudara, antara seorang dengan saudara orang tua dan antara seorang dengan saudara neneknya; berhubungan semenda, yaitu mertua, anak tiri menantu, dan ibu/bapak tiri; berhubungan susuan, yaitu orang tua susuan, anak susuan, saudara susuan dan bibi/paman susuan; berhubungan saudara dengan istri atau sebagai bibi atau kemenakan dari istri, dalam hal seorang suami beristri lebih dari seorang. Hal itu dilakukan untuk memberikan kepastian dan kesatuan penerapan hukum dalam mengadili permohonan pencatatan perkawinan antar-umat yang berbeda agama dan kepercayaan.

“Tujuannya jelas untuk memberikan kepastian dan kesatuan penerapan hukum dan itu juga merujuk pada ketentuan Undang-undang. Itu sesuai fungsi MA. SEMA itu prinsipnya bukan regulasi tapi pedoman atau petunjuk dan rujukannya juga pasal 2 UU Perkawinan,” ujar Suharto pada hari Kamis (20/7) yang dilansir dari CNNIndonesia.com.

Pembentukan SEMA ini merupakan realisasi dari fungsi pengawasan MA sebagaimana yang diatur dalam pasal 32 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009 tentang Mahkamah Agung. Aturan itu menyatakan “Mahkamah Agung melakukan pengawasan tertinggi terhadap penyelenggaraan peradilan agama di semua lingkungan pengadilan dalam menjalankan kekuasaan kehakiman.” Selain pengawasan tersebut, undang-undang tersebut juga menegaskan bahwa MA juga “berwenang memberi petunjuk, teguran atau peringatan kepada pengadilan di semua badan peradilan yang berada di bawahnya.” SEMA ini telah ditembuskan kepada Wakil Ketua MA Bidang Yudisial, Wakil Ketua MA Bidang Non-Yudisial, para Ketua Kamar MA, dan seluruh pejabat eselon 1 di lingkungan MA.

Sebelumnya MA melarang semua pengadilan untuk mengabulkan pencatatan perkawinan berbeda agama dan keyakinan. Namun sejumlah pengadilan di Indonesia baru-baru ini mengabulkan perkawinan beda agama dan keyakinan, antara lain Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, PN Jakarta Pusat, PN Jakarta Selatan, PN Tangerang dan PN Yogyakarta. Kepala Humas PN Yogyakarta yang sekaligus hakim yang mengabulkan permohonan perkawinan beda agama pada Desember 2022 lalu mengatakan ada beberapa pertimbangan yang membuatnya mengabulkan permohonan itu. Antara lain, untuk mencegah kumpul kebo di antara pasangan itu karena sebelum dicatat oleh negara, perkawinan dianggap tidak sah. Pertimbangan lain adalah untuk melindungi hak anak pasangan itu kelak. Dalam kasus serupa di PN Jakarta Selatan, hakim tunggal Arlandi Triyogo pada September 2022 mengabulkan sebagian permohonan pasangan beda agama untuk “mendaftarkan perkawinannya” di Kantor Suku Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Administrasi Jakarta Selatan, dan “memerintahkan penerbitan akta perkawinan.”

  ()