Hasil potensi penerimaan pajak oleh negara menjadi tidak tercapai akibat penghindaran yang dilakukan oleh wajib pajak serta keterbatasan bagi aparat yang berwenang untuk melakukan pemeriksaan terhadap informasi keuangan dari nasabah yang mengelak dari pembayaran pajak terhadap negara. Kepatuhan memenuhi kewajiban perpajakan secara sukarela (voluntary of compliance) merupakan tulang punggung dari sistem self assessment sebagai sistem pemungutan pajak yang dianut Indonesia. Maka dari itu, kewajiban membayar pajak sangat didasarkan pada kesadaran diri wajib pajak.
Tahun 2016, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mengemukakan bahwa sedikitnya tiga ribu seratus wajib pajak memiliki tunggakan pajak sebesar tiga puluh satu triliun rupiah. Fakta ini yang kemudian mendorong pemerintah untuk mengeluarkan kebijakan dalam rangka meningkatkan potensi penerimaan dari sektor pajak oleh negara. Salah satu kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah untuk memaksimalkan penerimaan pajak ialah dikeluarkannya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2017 tentang Akses Informasi Keuangan untuk Kepentingan Perpajakan yang kemudian ditetapkan menjadi Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2017 (UU Akses Informasi Keuangan). Penerbitan Perppu tersebut juga dilatarbelakangi posisi Indonesia sebagai anggota dari Global Forum on Transparency and Exchange of Information for Tax Purposes yang memprakarsai adanya program pertukaran informasi keuangan secara otomatis (AEoI) atau pertukaran informasi karena permintaan (EoIR) melalui Common Reporting Standard (CSR) sebagai media untuk menyampaikan informasi perpajakan antar anggota negara.