#SavePTE-PTIK Menggema, Korban Menuntut Langkah Tegas UNM

Oleh: Apriska Widiangela

(Internship Advokat Konstitusi)

Ramai diperbincangkan kasus Kekerasan Seksual oleh dosen terhadap mahasiswa melalui unggahan akun @Mekdiunm yaitu sebuah akun lelucon seputar Universitas Negeri Makassar di akun sosial medianya, pada hari Senin (30/5).

Akun tersebut mengunggah tangkapan layar berisi curhatan mahasiswa dari Fakultas Pendidikan Teknik Elektro dan Pendidikan Teknik Informatika dan Komputer (FPTE-PTIK) Universitas Negeri Makassar yang dirahasiakan identitasnya dalam penjelasannya, ia menjadi korban pelecehan seksual oleh seorang dosen di kampusnya.

Korban mengaku pernah disentuh tangannya dan tanpa seizinnya berbaring di pangkuannya.  Cuitan tersebut pada akhirnya disusul oleh pengakuan beberapa mahasiswa lainnya yang mengalami hal yang serupa.

“—Saya korban dari pelecehan itu kak, mulai dari paha, tangan, dia peluk dari belakang, sampai dia angkat naik rokku. Sudahka melapor ke bimbingan konseling di jurusan, cuman butuh bukti untuk ditindaklanjuti. Sedangkan yg saya bisa cuman speak-up saja ji tdk ada bukti kupegang.” seperti dikutip di instagram @mekdiunm.

Sumber : unggahan Instagram @mekdiunm

Salah satu korban mengaku sudah melapor ke pihak yang lebih berwenang dengan menyertakan alat bukti berupa video, namun tidak mendapati tindak lanjut dan kejelasan pihak kampus untuk merespon kejadian tersebut.

“—Untuk video min sebenarnya sudah ada dari beberapa orang bahwa itu video sudah diserahkan sama yang jabatannya lebih tinggi. Tapi begitu mimin sampai sekarang tidak ada kejelasan atas kasus. Kasus ini bukan cuman baru2 dari dulu sekali ji min tidak ada sama sekali tindak lanjut.” ungkap oleh salah satu korban yang disamarkan sebagaimana dikutip dari ….

Sumber : unggahan Instagram @mekdiunm

Atas isu yang beredar, Pihak Universitas Negeri Makassar angkat bicara melalui  Sukardi Weda selaku Wakil Rektor III Bagian Kemahasiswaan menghimbau supaya para korban yang speak up dapat melapor ke pihak kampus. “Sebaiknya memang yang merasa mengalami pelecehan seksual, diimbau untuk melapor ke pihak kampus,” tegas Wakil Rektor III Bagian Kemahasiswaan UNM tersebut.

Sukardi Weda selanjutnya mengungkapkan “Demikian halnya, bagi dosen atau tenaga kependidikan yang melakukan hal yang sama, tentu diberikan sanksi sebagaimana yang diatur dalam kode etik pegawai,” pungkasnya ketika dimintai konfirmasi sebagaimana dikutip dari detik.com .

 

Bagaimana regulasi kekerasan seksual di Perguruan Tinggi?

Terkait dengan kasus kekerasan seksual di perguruan tinggi yang semakin marak, pemerintah melalui Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Perguruan Tinggi (selanjutnya disebut Permendikbud Ristek PPKS).

Peraturan tersebut memuat mekanisme pelaporan dan penanganan bagi korban kekerasan seksual serta mengatur secara rigid tentang hak–hak yang semestinya didapat oleh korban. 

Tidak hanya mahasiswa, peraturan tersebut juga memberikan perlindungan kepada pendidik, tenaga pendidik, warga kampus dan masyarakat umum yang berinteraksi dengan Mahasiswa, Pendidik dan Tenaga Kependidikan dalam pelaksanaan Tridharma.

Dalam Pasal 1 angka (1) Permendikbud Ristek PPKS berbunyi :

Kekerasan Seksual adalah setiap perbuatan merendahkan, menghina, melecehkan, dan/atau menyerang tubuh, dan/atau fungsi reproduksi seseorang, karena ketimpangan relasi kuasa dan/atau gender, yang berakibat atau dapat berakibat penderitaan psikis dan/atau fisik termasuk yang mengganggu kesehatan reproduksi seseorang dan hilang kesempatan melaksanakan pendidikan tinggi dengan aman dan optimal. 

Lanjut, pasal 5 menguraikan bahwa Kekerasan Seksual mencakup tindakan yang dilakukan secara verbal, non fisik, fisik, dan/atau melalui teknologi informasi dan komunikasi.

Mengenai hak korban sendiri dalam penanganan kekerasan seksual diampu oleh Perguruan Tinggi diatur dalam pasal 10, meliputi :

  1. Pendampingan
  2. Perlindungan
  3. Pengenaan Sanksi Administratif
  4. Pemulihan Korban

Mengenai Penanganannya, peraturan ini mewajibkan adanya Satuan Tugas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual untuk pelaksanaannya. Mekanisme tugas dari Satuan Tugas ini juga jelas meliputi a). Penerimaan laporan; b). Pemeriksaan; c). Penyusunan kesimpulan dan rekomendasi; d).pemulihan; dan e). tindakan Pencegahan Keberulangan.

Permendikbud Ristek PPKS membutuhkan waktu penyesuaian ketentuan dengan peraturan perguruan tinggi yang sudah ada, salah satunya terkait pembentukan Satuan Tugas PPKS paling lama 1 (satu) tahun. Jika dihitung dari waktu ditetapkannya Permendikbud Ristek Nomor 30 Tahun 2021 pada tanggal 31 Agustus 2021, hingga bulan Mei 2022 kejadian kasus kekerasan seksual di UNM tersebut baru terungkap, maka Satuan Tugas PPKS di perguruan tinggi masih dalam masa penyesuaian dan masih belum aktif beroperasional. ()