VIRAL NAKES CERITA PENGALAMAN PASANG KATETER PASIEN PRIA, BAGAIMANA HUKUMNYA?

Oleh: Faraz Almira Arelia

(Internship Advokat Konstitusi)

Baru-baru ini terdapat kasus calon nakes membagikan pengalamannya melalui video yang ia unggah di tik-tok.

“Ketika aku harus memasang kateter Urin untuk pasien cowok. Mana udah cakep, seumuran lagi” seperti ditayangkan dalam  akun tik-tok @modi_tabok pada Rabu (1/6) yang telah ditonton lebih dari 200.000 penonton. 

Video tersebut viral lantaran pihak lain menyatakan tidak sepatutnya hal tersebut diceritakan pada khalayak umum. Salah satu komentar menyatakan “Sorry, ini beneran tanya. Yang kayak gini kan buanyaak banget di tiktok. Apa enggak melanggar etika profesi kesehatan, ya?” komentar oleh akun @andro****

Setelah kejadian tersebut viral di media sosial, pengguna akun @modi_tabok meminta maaf secara resmi melalui video klarifikasi yang ia unggah di akun tiktok pada Kamis (2/6) menyatakan video tersebut hanya untuk seru-seruan. Pihak Universitas Aisyiyah (UNISA)  sebagai tempat kuliah pelaku, mengambil tindakan dengan menarik dari tempat prakteknya, menegur secara langsung, dan memohon maaf ke rumah sakit tempat praktik klinik secara non formal. 

Bagaimana hukum mengatur peristiwa ini?

Pembuat video masih berstatus sebagai mahasiswi keperawatan. Meskipun demikian setiap calon perawat dalam prakteknya wajib  menerapkan kode etik perawat, karena telah berhubungan langsung dengan pasien dan sudah dibekali ilmu di bangku perkuliahan. 

Menurut Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI), Kode Etik Keperawatan adalah pernyataan standar profesional yang digunakan sebagai pedoman perilaku perawat dan menjadi kerangka kerja untuk membuat keputusan. 

Dilansir dari website resmi PPNI terdapat kode etik yang mengatur perawat dan klien, yang berisi:

  1. Perawat dalam memberikan pelayanan keperawatan menghargai harkat dan martabat manusia, keunikan klien dan tidak terpengaruh oleh pertimbangan kebangsaan, kesukuan, warna kulit, umur, jenis kelamin, aliran politik dan agama yang dianut serta kedudukan sosial. 
  2. Perawat dalam memberikan pelayanan keperawatan senantiasa memelihara suasana lingkungan yang menghormati nilai-nilai budaya, adat istiadat dan kelangsungan hidup beragama klien. 
  3. Tanggung jawab utama perawat adalah kepada mereka yang membutuhkan asuhan keperawatan. 
  4. Perawat wajib merahasiakan segala sesuatu yang dikehendaki sehubungan dengan tugas yang dipercayakan kepadanya kecuali jika diperlukan oleh yang berwenang sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.

Seandainya pelaku sudah berprofesi sebagai perawat, apabila melanggar kode etik keperawatan dapat dikenakan sanksi berdasarkan Keputusan Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia Nomor 0159/DPP.PPNI/SP/K.SI/2018 tentang pedoman penyelesaian sengketa etik keperawatan. Sanksi berupa:

  1. Penasehatan;
  2. Peringatan lisan;
  3. Peringatan tertulis;
  4. Pembinaan perilaku;
  5. Reschooling (pendidikan/pelatihan ulang);
  6. Pemecatan sementara sebagai anggota Persatuan Perawat Nasional Indonesia (“PPNI”) yang diikuti dengan mengajukan saran tertulis kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota untuk mencabut izin praktik, maksimal yaitu 3 bulan untuk pelanggaran ringan, 6 bulan untuk pelanggaran sedang, 12 bulan untuk pelanggaran berat atau sepenuhnya sesuai dengan kebijakan Pemerintah Daerah/Dinas Kesehatan tentang pencabutan izin praktik jenis tenaga kesehatan;
  7. Pencabutan keanggotaan.

Karena pada kasus ini pelaku berstatus sebagai mahasiswi maka menurut PPNI pemberian sanksi diserahkan kepada institusi pendidikan. ()