Heboh PN Jakpus Kabulkan Perkawinan Beda Agama

Writer: Anindya Yustika

 

Pengadilan di Indonesia semakin terbuka terhadap perkawinan beda agama. Setelah Surabaya, Yogyakarta, Tangerang, dan Jakarta Selatan, kini giliran Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) yang mengizinkan perkawinan beda agama. Putusan yang dijatuhkan hari Jum’at (23/06/2023) berisi mengenai permohonan perkawinan beda agama melalui putusan yang disebutkan bahwa calon mempelai laki-laki, JEA, adalah seorang Kristen dan calon mempelai wanita, SW, adalah seorang muslimah. Pengabulan ini menimbulkan kehebohan di kalangan masyarakat karena bertentangan dengan Pasal dalam UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (UU Perkawinan), bahkan Konstitusi.

 

Para pemohon telah menjalin hubungan selama 10 tahun dan memutuskan untuk melangkah ke jenjang pernikahan. Upacara pernikahan mereka dilangsungkan di sebuah gereja di Pamulang, yang dihadiri oleh orang tua kedua mempelai. Namun, ketika mereka mencoba mendaftarkan pernikahan mereka di Dinas Catatan Sipil Jakarta Pusat, permohonan mereka ditolak karena perbedaan agama. Oleh karena itu, mereka mengajukan permohonan ke PN Jakpus untuk mendapatkan izin, dan akhirnya permohonan mereka dikabulkan.

 

“Diberikan izin kepada para pemohon untuk mencatatkan perkawinan beda agama di Kantor Suku Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Jakpus,” kata Hakim Tunggal Bintang AL.

 

Pertimbangan Hakim dalam Putusan

PN Jakpus menyatakan bahwa pengabulan permohonan perkawinan beda agama sepenuhnya bergantung pada kebijaksanaan hakim. 

 

“Dibuatkan permohonan terlebih dahulu, lalu diperiksa hakim,” kata humas PN Jakpus, Jamaludin Samosir sebagaimana dikutip dari ANTARA, Senin (25/6/2023).

 

Setelah permohonan masuk ke meja hakim, maka akan diteliti dan dicermati oleh hakim. Hakim Bintang AL menjelaskan bahwa putusan ini sesuai dengan Pasal 35 huruf a UU 232006 tentang Adminduk. Selain itu, putusan ini juga berdasarkan keputusan Mahkamah Agung Nomor 1400 K/PDT/1986 yang mengabulkan kasasi terkait izin pernikahan beda agama.

 

“Heterogenitas penduduk Indonesia dan bermacam agama yang diakui secara sah keberadaannya di Indonesia, maka sangat ironis bilamana perkawinan beda agama di Indonesia tidak diperbolehkan karena tidak diatur dalam suatu undang-undang,” ucap hakim Bintang AL dari pertimbangan penetapannya sebagaimana dikutip detikcom, Minggu (25/6/2023).

 

Pertentangan Putusan dengan Peraturan Perundang-Undangan

Undang-Undang Dasar 1945 yang merupakan Konstitusi Indonesia menyatakan pada Pasal 29 ayat (1) UUD NRI 1945 bahwa Negara ini didasarkan atas Ketuhanan yang Maha Esa. Sedangkan pada Pasal 1 ayat (2) UUD NRI 1945 menyatakan negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadah menurut agamanya serta kepercayaan itu. Hal ini menegaskan bahwa setiap pernikahan didasarkan pada setiap ajaran masing-masing agama. Implikasinya harus memilih pada satu agama karena setiap ajaran agama tentu ada syaratnya.

 

Perkawinan beda agama juga secara jelas dianggap tidak sah melalui Pasal 2 ayat (1) UU Perkawinan. Menurut Pasal tersebut, keabsahan perkawinan seseorang ketika dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu. Pada Pasal 8 huruf f juga dimuat larangan perkawinan beda agama. Apabila kedua mempelai mempunyai hubungan yang oleh agamanya atau peraturan lain yang berlaku, maka konsekuensinya dilarang kawin.

 

Meskipun begitu, hakim PN Jakpus tetap memutuskan untuk mengabulkan permohonan perkawinan beda agama ini dengan berbagai pertimbangannya sehingga kedua mempelai dapat melanjutkan pada tahap pencatatan di Kantor Suku Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Jakpus. ()