Pengaturan dalam Peraturan Pemerintah ini mengalami kekosongan hukum dalam hal apabila perusahaan outsourcing tidak melakukan penyerahan kewajiban apabila terdapat pergantian perusahaan outsourcing . Yang menjadi pertanyaan adalah bagaimana ketentuan ini dapat menjamin setiap perusahaan outsourcing yang mengalami pergantian tersebut dapat menjalankan kewajibanya. Melihat pentingnya penyerahan kewajiban untuk melindungi pekerja/buruh, menurut penulis dirasa perlu adanya penerapan sanksi pada perusahaan outsourcing yang melalaikan kewajibanya.
Sedari awal konsep outsourcing dalam ketenagakerjaan dinilai memiliki karakteristik perbudakan modern sehingga pengaturan yang tidak berpihak pada pekerja/buruh akan semakin menonjolkan karakteristik tersebut. Dalam sistem kerja outsourcing , para pekerja/buruh outsourcing masih mendapatkan potongan dari perusahaan penyedia outsourcing tersebut. Buruh hanya mendapatkan upah pokok sebesar upah minimum setempat tanpa tunjangan lain, sementara perusahaan outsourcing mendapatkan untung karena potongan pendapatan buruh (Arif Puyono : 2012). Menurut penulis ketentuan dalam PP tentang Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, Alih Daya, Waktu Kerja dan Waktu Istirahat, serta Pemutusan Hubungan Kerja belum mampu mengatur secara komprehensif pengaturan lebih lanjut mengenai perlindungan pekerja/buruh yang diperintahkan. Peraturan Pemerintah tersebut belum mampu menunjukan upaya pemerintah untuk melakukan intervensi terhadap urusan ketenagakerjaan yang mampu melindungi pekerja/buruh.