Mengupas Pengaturan Sistem Outsourching dalam Peraturan Pelaksana Undang-Undang No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja

Pengaturan dalam Peraturan Pemerintah ini mengalami kekosongan hukum dalam hal apabila perusahaan outsourcing   tidak melakukan penyerahan kewajiban apabila terdapat pergantian perusahaan outsourcing  . Yang menjadi pertanyaan adalah bagaimana ketentuan ini dapat menjamin setiap perusahaan outsourcing   yang mengalami pergantian tersebut dapat menjalankan kewajibanya. Melihat pentingnya penyerahan kewajiban untuk melindungi pekerja/buruh, menurut penulis  dirasa perlu adanya penerapan sanksi pada perusahaan outsourcing   yang melalaikan kewajibanya. 

Sedari awal konsep outsourcing   dalam ketenagakerjaan dinilai memiliki karakteristik perbudakan modern sehingga pengaturan yang tidak berpihak pada pekerja/buruh akan semakin menonjolkan karakteristik tersebut. Dalam sistem kerja outsourcing  , para pekerja/buruh outsourcing   masih mendapatkan potongan dari perusahaan penyedia outsourcing   tersebut. Buruh hanya mendapatkan upah pokok sebesar upah minimum setempat tanpa tunjangan lain, sementara perusahaan outsourcing   mendapatkan untung karena potongan pendapatan buruh (Arif Puyono : 2012). Menurut penulis ketentuan dalam PP tentang Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, Alih Daya, Waktu Kerja dan Waktu Istirahat, serta Pemutusan Hubungan Kerja belum mampu mengatur secara komprehensif pengaturan lebih lanjut mengenai perlindungan pekerja/buruh yang diperintahkan. Peraturan Pemerintah  tersebut belum mampu menunjukan upaya pemerintah untuk melakukan intervensi terhadap urusan ketenagakerjaan yang mampu melindungi pekerja/buruh.