Pertimbangan syarat usia minimum hakim MK yang dirumuskan 60 tahun dan kemudian diundangkan menjadi 55 tahun, oleh Supratman Andi Atgas (Ketua Badan Legislasi DPR) didasarkan pada alasan bahwa antara usia dan kualitas seseorang memiliki kaitan antara kebijaksanaan dan kenegarawanan yang harus dimiliki Hakim MK sehingga usia 60 tahun adalah usia paling bagus menurutnya.Berdasarkanhal ini, syarat usia minimum hakim MK oleh DPR dikaitkan dengan kebijaksanaan dan kenegarawanan seseorang. Pernyataan ini sangat terkait dengan kapabilitas dan kenegarawanan seseorang (wisdom). Memang terdapat mitos yang beredar selama ini bahwa semakin tua berarti semakin bijak. Nyatanya mitos ini dimentahkan dengan beberapa penelitian ilmiah yang dilakukan sebagai berikut.
”It is often assumed colloquially that wisdom comes with age and experience, yet empirically and anecdotally this is not necessarily the case”, “Wisdom might actually decrease with age” (Monika:2018:1) artinya bahwa kebijaksanaan yang datang seiring dengan usia dan pengalaman secara empiris belum tentu terjadi, selain itu kebijaksanaan bahkan dapat berkurang seiring bertambahnya usia. Alasan dari DPR benar-benar mengganjal karena tidak dilandasi oleh kajian ilmiah yang memadai untuk menentukan syarat usia minimum ini. Selain itu melihat realitas yang telah terjadi selama ini, beberapa mantan Hakim MK seperti Jimly Asshiddiqie dipilih saat usia 47 tahun, Mahfud MD pada usia 51 tahun, dan Hamdan Zoelva pada usia 48 tahun yang sejalan dengan kiprah dan prestasinya masing-masing. Justru Patrialis Akbar yang dipilih pada usia 55 tahun terjerat kasus korupsi suap uji materiil saat menjabat.