PENEGAKAN HUKUM DALAM PEMBERATASAN KORUPSI DI INDONESIA

Berdiri tegaknya hukum dalam suatu bangsa merupakan suatu modal dasar bagi kelancaran pembangunan. Masyarakat maupun penyelenggara yang taat dan hormat terhadap hukum menjadi komponen yang sangat penting bagi terjaminnya hak-hak masyarakat. Meskipun sudah banyak produk-produk hukum yang dihasilkan, belum tentu mampu menciptakan tegaknya hukum dalam arti yang sesungguhnya. Salah satu persoalan hukum yang sampai hari ini masih perlu diperjuangkan adalah menuntaskan permasalahan korupsi. 

Korupsi telah menggerogoti bangsa dan negara Indonesia sejak kemerdekaan diproklamasikan. Masalah korupsi tidak pernah diberantas secara serius dan sungguh-sungguh hingga tuntas, sehingga kejahatan tersebut terus merajalela hingga merusak sendi-sendi bangsa dan negara rakyat Indonesia.

Hasil survei yang dilakukan oleh PERC dari tahun 1997-2010 menunjukkan bahwa telah terjadi kenaikan skor dari 8,67 hingga 9,27 dimana semakin tinggi skor maka akan semakin buruk terhadap kecenderungan korupsi

Dari beberapa kasus korupsi yang telah menjadi sorotan publik, penegak hukumnya sendiri masih sibuk dengan kulit luar dari permasalahannya. Seperti halnya pada kasus Century, JPU sibuk ingin menjerat Sri Mulyani maupun Boediono, akan tetapi uang hasil korupsi dari Bank Century itu sendiri kini entah dimana. Para koruptor dengan tenang menikmati hasil korupsinya yang kemungkinan sebagian besarnya ditanam di luar negeri

Pengalihan fokus terhadap penyelesaian kasus korupsi merupakan akibat dari ketidakmampuan penegak hukum untuk bermain cantik dalam menerapkan jurisdiksi hukum Indonesia. Untuk mempersiapkan usaha pemberantasan korupsi yang efektif dan efisien, pemerintah telah menyusun Strategi Nasional Pemberantas Korupsi (SNPK), yang bertumpu pada empat pendekatan, yaitu:

  1. Pendekatan Hukum, dikeluarkannya undang-undang yang mendukung pemberantasan korupsi dilaksanakan;
  2. Pendekatan Budaya, pemerintah mempersiapkan program pemberdayaan masyarakat bekerjasama dengan unsur koalisi organisasi non-pemerintah (ORNOP);
  3. Pendekatan Ekonomi, peningkatan kemampuan ekonomi sebagian masyarakat ekonomi bawah serta kemampuan sektor roll akan meningkatkan perkembangan ekonomi makro; dan
  4. Pendekatan Sumber Daya, baik SDA maupun sumber daya keuangan.

Satu sisi penyebab terjadinya suatu korupsi juga perlu dikaji, sehingga dapat menentukan dari mana kita akan memulai pencegahan korupsi. Jack Bologne menyatakan bahwa setidaknya ada 4 penyebab terjadinya tindak korupsi, diantaranya yaitu Keserakahan (greeds), Kesempatan (opportunis), Kebutuhan (needs), Pengungkapan (exposure)

Komarudin Hidayat, seorang budayawan telah merekomendasikan upaya antisipasi korupsi yang dilakukan sebagai antisipasi korupsi yang dilakukan sebagai berikut:

  1. Pendidikan dan pembiasaan keluarga sejak kecil untuk bersifat jujur
  2. Pengenalan dan apresiasi pada figur sukses
  3. Pemahaman akan dorongan dan perlakuan korupsi itu datang dari jiwa yang korup, pribadi yang lemah dsb. 
  4. Pemahaman akan dosa
  5. Korupsi merupakan pelanggan sosial dan berdampak merusak sifat sosial

Pada tahun 2003 KPK dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Disebutkan beberapa kekhususan  tugas KPK dibandingkan lembaga penegak hukum lainnya, diantaranya:

  1. Kewenangan penyelidikan, penyidikan dan penuntutan berada dalam satu atap, pasal 38 UU KPK;
  2. KPK tidak dibenarkan memberikan SP 3 (Surat Perintah Penghentian Penyidikan dan Penuntutan), pasal 40 UU KPK;
  3. KPK memiliki kewenangan untuk menyadap sejak fase penyelidikan;
  4. KPK adalah satu-satunya lembaga penegak hukum yang dibebankan tugas penindakan kejahatan (korupsi) sekaligus pencegahannya.

 

Referensi:

  1. Andi Hamzah, Perbandingan Pemberantasan Korupsi di Indonesia, (Jakarta: Sinar Grafiti, 2005).
  2. Dyatmiko Soemodihardjo, Mencegah dan Memberantas Korupsi Mencermati Dinamika di Indonesia, (Jakarta: Prestasi Pustaka, 2008).
  3. Indrayana Denny, Indonesia Optimis, (Bhuana Ilmu Populer: Jakarta, 2011).
  4. Krisna Harpan, Pemberantasan Korupsi di Indonesia, Jalan tiada Ujung, (Bandung: Grafitri, 2009).
  5. Romli Atmasasmita, Korupsi, Good Governance Dan Komisi Anti Korupsi Di Indonesia, (Jakarta: Depkeh HAM, 2002).
  6. Wijayanto, dkk, Korupsi Mengorupsi di Indonesia, ( Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2009).

()