gambar

Revenge Porn & Sextortion: Polemik yang dialami Rebecca Klopper, Bagaimana Negara Melindungi?

Oleh: Aliya Musyrifah Anas

Baru-baru ini, dunia maya Indonesia dihebohkan dengan beredarnya rekaman vulgar yang melibatkan aktris muda Indonesia kelahiran Malang, Rebecca Klopper. Rekaman tersebut diunggah oleh seorang pengguna akun media sosial Twitter pada 21 Mei 2023. Rebecca, melalui kuasa hukumnya Sandy Arifin, melaporkan pemilik akun Twitter yang diduga sebagai pelaku penyebaran rekaman tersebut ke Bareskrim Polri pada 22 Mei 2023. Laporan tersebut masih sedang diusut oleh pihak berwenang. Sebelumnya, pada tahun 2022, Rebecca dan mantan kuasa hukumnya Ahmad Ramzy juga telah membuat laporan mengenai pemerasan dan pengancaman terkait rekaman yang berhubungan dengan video yang saat ini tersebar hingga akhirnya laporan tersebut selesai karena upaya restorative justice atau jalur damai yang dilakukan kedua pihak.

Kasus tersebut tidak hanya dialami oleh Rebecca, melainkan banyak perempuan di Indonesia terutama sejumlah remaja pernah mengalami Kekerasan Seksual Berbasis Gender Online (KBGO). Komnas Perempuan merilis Catatan Tahunan (Catahu) 2023 yang mencatat sebanyak 457 ribu kasus kekerasan yang dialami oleh perempuan pada tahun 2022. Kekerasan Berbasis Gender (KBG) dalam ranah personal menempati angka tertinggi, yakni 99% kasus. Bentuk kekerasan dalam ranah personal ditempati oleh kekerasan psikis sebanyak 40% yang meliputi ancaman, peretasan, penyebaran foto, pemalsuan akun media sosial, dan penyalahgunaan data pribadi. Nah, dapat dilihat bahwa data revenge porn dan sextortion yang termasuk di dalamnya yakni ancaman dan penyebaran foto menempati angka yang cukup tinggi. Lalu, sebenarnya apakah revenge porn dan sextortion itu?

Dilansir dari Mashable SEA, revenge porn atau balas dendam pornografi yakni distribusi gambar atau video seksual eksplisit yang dilakukan tanpa persetujuan dari individu yang bersangkutan. Sementara sextortion atau sekstorsi yang dilansir dari Thorn ialah bentuk perkembangan kejahatan dari revenge porn, yang dalam perbedaannya sekstorsi terdapat unsur pemerasan atau ancaman oleh pelaku kepada korban. Kemudian, bagaimanakah revenge porn dan sekstorsi dapat mengenai korban?

Ditinjau dari perspektif viktimologi, perempuan yang menjadi korban revenge porn dianggap dipicu oleh perilakunya sendiri yang dikenal dengan provocative victims atau tindak pidana yang timbul karena adanya provokasi dari korban. Sehingga terdapat beberapa faktor yang menyebabkan korban terkena revenge porn: