“Spill The Tea” Pelecehan Seksual di Media Sosial, Terjerat UU ITE?

Oleh: Clarrisa Ayang Jelita

(Internship Content Creator @advokatkonstitusi)

Seiring berkembangnya kemajuan teknologi dan komunikasi, beberapa orang mulai menggunakan media sosial sebagai platform serbaguna. Salah satunya untuk speak up soal pelecehan seksual yang dialami oleh korban. Korban pelecehan seksual seringkali tidak menerima dukungan dari aparat penegak hukum bahkan korban juga diminta untuk mengumpulkan bukti sendiri. Sehingga, Korban memilih untuk meminta pertolongan dan dukungan masyarakat lewat media sosial.

Terdapat sisi positif dan negatif ketika speak up di media sosial mengenai pelecehan seksual yang dialami oleh korban. Sisi positif yang terjadi dapat kita lihat ketika korban pelecehan seksual menceritakan kejadian yang menimpanya dengan membeberkan identitas pelakunya. Hal tersebut mengakibatkan korban pelecehan seksual lainnya memiliki keberanian untuk mencari keadilan. Dengan begitu, apabila terdapat predator pelecehan seksual yang memiliki korban lebih dari satu akan lebih mudah dibuktikan.  

Ketika Melapor ke pihak yang berwenang, korban pelecehan seksual seringkali mendapatkan perilaku yang tidak seharusnya. Seperti mendapatkan pertanyaan mengenai pakaian apa yang dikenakan ketika mengalami pelecehan seksual. Seakan-akan  penyebab terjadinya pelecehan tersebut  adalah salah korban dalam memilih pakaian. Bahkan, tidak jarang korban sendiri yang diminta untuk mencari bukti oleh penegak hukum. Hal ini sangat miris sehingga banyak korban yang meminta pertolongan lewat sosial media agar mendapat dukungan masyarakat.