Bisakah pelaku LGBT dijatuhkan hukum pidana ?

KUHP  memberikan ancaman berupa hukum pidana hanya dikenakan terhadap orang dewasa saja yang melakukan hubungan sesama jenis kelamin kepada orang yang belum dewasa. Dalam pasal ini yang disebut pembuat adalah orang yang sudah dewasa sedangkan orang yang belum dewasa tidak bisa dikatakan sebagai pembuat perilaku tersebut. Dalam KUHP yang menjadi objeknya adalah orang dengan jenis kelamin yang sama yang belum dewasa. Jadi apabila objek tersebut adalah orang dari jenis kelamin yang sama dan sama-sama dewasa maka tidak akan terkena hukuman pidana. 

Namun demikian, dalam hukum positif pula diperlukan sebuah bukti sebelum menjatuhkan hukuman bagi pelaku homoseksual dan lesbian. Dalam pasal 184 kitab undang-undang hukum acara pidana ayat 1 dan 2 berbunyi: alat bukti yang sah adalah keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk. Pembuktian pidana dalam kasus LGBT sangat sulit, karena harus melakukan perbuatan dahulu dan melanggar ruang privasi. Namun di sisi lain,  penjatuhan pidana bagi pelaku LGBT patut dilakukan karena perilaku tersebut bertentangan dengan hukum agama dan tata sosial masyarakat. Negara harus hadir dalam memformalkan keyakinan hukum masyarakat untuk melindungi seluruh warga negaranya. Berdasarkan sila pertama pancasila yakni ketuhanan yang maha esa. Rujukannya semua agama, tidak ada satupun agama yang memperbolehkan pelaksanaan LGBT. Jika sampai LGBT dibiarkan di Indonesia akan bertentangan dengan pancasila. selain itu,   hadirnya LGBT ini akan bertentangan dengan fitrah manusia juga mengancam eksistensi manusia. Kemudian jika menilik pada UU No 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan menyebutkan perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri. Hal tersebut membawa akibat bahwa negara hanya mengenal perkawinan antara wanita dan pria. Dengan demikian, legalitas kaum homoseksual memang tidak ada.