Dilema Penegakan HAM dalam UU Terorisme

Sebelum membahas bagaimana prinsip non-retroaktif disimpangi oleh UU Terorisme di tahun 2002, kita perlu memahami bagaimana konteks pada waktu tersebut. Di tahun 2002, tepatnya 12 Oktober 2002, terjadi Bom di Bali, peristiwa tersebut memicu perhatian di Indonesia. Pemerintah meresponi tindakan bom tersebut dengan mengeluarkan Perppu No. 2 Tahun 2002 yang saat ini ditetapkan sebagai UU No. 15 Tahun 2003 dan menjatuhkan putusan pidana mati terhadap terpidana bom tersebut. 

Adapun Amrozi, Ali Imron, dan Imam Samudera, terpidana dari kasus bom bali, mengajukan uji materil ke MK dan menguji Pasal 46 Perpu No. 1 Tahun 2002 dengan Pasal 28I UUD NRI 1945. Dalam putusan No. 013/PUU-I/2003, MK menyatakan bahwa Pasal 46 Perpu bertentangan dengan Pasal 28I UUD NRI 1945, MK berpendapat bahwa prinsip non-retroaktif hanya dapat dikecualikan teruntuk kejahatan luar biasa, dimana terorisme tidak termasuk ke dalamnya. Meskipun telah dinyatakan bertentangan dengan konstitusi, proses peradilan terhadap terdakwa terorisme tetap berjalan dan tidak dapat diajukan Peninjauan Kembali, mengingat hakim memandang bahwa Putusan MK bukanlah bukti yang baru.