Eksistensi Surrogate Mother dalam Perspektif Hukum Positif Indonesia

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa pada praktik Surrogate Mother terdapat perjanjian yang mengikat pasangan suami istri dan ibu pengganti sebagai pihak yang menyewakan rahimnya.  Oleh karena itu, jika memandang praktik Surrogate Mother dalam perspektif Hukum Perdata, praktik Surrogate Mother berkaitan erat dengan syarat sah terbentuknya perjanjian. Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPer) menjelaskan bahwa syarat sahnya perjanjian, yakni : (1) kesepakatan para pihak; (2) kecakapan para pihak; (3) mengenai suatu hal tertentu; dan (4) sebab yang halal. Berdasarkan pengaturan tersebut, dapat dilihat bahwa salah satu syarat sahnya perjanjian ialah perjanjian yang didasarkan pada sebab yang halal. Penjabaran dari sebab yang halal tersebut dimaksudkan,  dalam mengadakan suatu perjanjian, tidak boleh bertentangan dengan undang-undang, kesusilaan, dan ketertiban umum. Melihat praktik Surrogate Mother yang jelas  bertentangan dengan regulasi dalam hukum kesehatan Indonesia, maka dapat dilihat bahwa perjanjian yang terjalin oleh pasangan suami istri dengan ibu pengganti dalam upayanya memperoleh keturunan merupakan perjanjian yang tidak sah karena tidak memenuhi syarat “suatu sebab yang halal” dalam perjanjian.