Legalitas Pembuatan Konten Pornografi untuk Kepentingan dan Konsumsi Pribadi ditinjau dari UU Nomor 44 Tahun 2008

Setiap orang berhak atas perlindungan dan rasa aman dari ancaman untuk melakukan sesuatu yang merupakan hak asasi. Hal tersebut dijamin oleh pasal 28 G ayat (1) UUD 1945. Kehadiran penjelasan pasal 4 UU Pornografi memberikan hak kepada setiap orang untuk membuat pornografi sepanjang untuk kepentingan pribadi. Namun, diancam oleh pasal 8 UU Pornografi itu sendiri yang melarang seseorang menjadi objek pornografi dan tidak dikecualikan untuk kepentingan pribadi atau tidak. Sehingga timbul kebingungan terkait legalitas pembuatan pornografi untuk kepentingan pribadi tersebut. Menurut pemohon pada perkara Nomor 82/PUU-XVIII/2020 berpendapat bahwa hak privasi merupakan hak fundamental setiap individu untuk terbebas dari campur tangan negara dalam memutuskan apa yang baik atau tidak bagi dirinya. berekspresi ketika beraktivitas seksual juga termasuk hak privasi selama tidak dimaksudkan untuk konsumsi publik.

Uji materiil mengenai UU Porongrafi juga pernah dilakukan pada tahun 2009 dan 2010 dan putusan hakim mahkamah belum ada yang menyatakan pasal UU Pornografi bersifat inkonstitusional. Namun, pada putusan Nomor 10/PUU-VII/2009 terdapat dissenting opinion dari hakim Maria Farida yang menjadi kontroversi pada waktu itu. Hakim Maria Farida berpendapat bahwa tujuan dari uu pornografi untuk memelihara tatanan kehidupan masyarakat yang beretika, berkepribadian luhur, menjunjung tinggi nilai-nilai Ketuhanan Yang Maha Esa selalu berhubungan dengan norma yang bersifat otonom (pribadi).