Perspektif Hukum  Rangkap Jabatan Aparat dalam BUMN

Oleh : Maharani Prima

(Internship Advokat Konstitusi)

Kementerian BUMN menyebutkan saat ini terdapat 22 anggota aktif dari unsur Polri atau TNI yang masuk ke jajaran komisaris di perusahaan BUMN. Kementerian BUMN juga menegaskan, kalau hal tersebut tak menyalahi aturan selama anggota TNI dan Polri tersebut memiliki kompetensi untuk menjadi komisaris di sebuah BUMN. Rasanya, menarik untuk mengulik fenomena tersebut. 

Jika melihat pengaturan dan dasar hukum yang berlaku di Indonesia terkait fenomena tersebut, kita dapat menilai dari beberapa sudut pandang Undang – Undang (UU) terkait, yaitu: Pertama, UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (PT); Kedua, UU No. 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara (BUMN); Ketiga, UU No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia; dan keempat, UU No. 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (TNI), yang memiliki pandangan berbeda terkait rangkap jabatan TNI-Polri sebagai komisaris dalam perusahaan BUMN. Jika melihat Pasal 108 ayat (1) UU PT, dikatakan bahwa dewan komisaris bertanggung jawab atas pengawasan dalam sebuah perseroan, yaitu pengawasan atas suatu kebijakan, jalannya pengurusan, dan memberi nasihat dalam pengambilan keputusan kepada dewan direksi, yang mengindikasikan bahwa selagi dewan komisaris mampu memberikan pengawasan dan pengurusan yang baik dan terarah, maka dapat menjabat sebagai dewan komisaris di dalam sebuah perusahaan. Begitu pula, dalam Pasal 31 UU BUMN mengatakan bahwa komisaris bertugas mengawasi direksi dalam menjalankan kepengurusan persero, serta memberikan nasihat kepada direksi yang mengindikasikan juga bahwa selagi dewan komisaris mampu memberikan pengurusan yang baik dan berkompeten, maka dapat menjabat sebagai komisaris dalam sebuah perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN).