Restrukturisasi Hubungan Pekerja dengan Pemerintah dalam UU Cipta Kerja (UU No. 11 Tahun 2020)

Oleh: Athallah Zahran Ellandra

(Internship Advokat Konstitusi)

Hubungan ketenagakerjaan (industrial) atau hubungan perburuhan pada hakikatnya merupakan hubungan antarpihak-pihak terkait dengan kepentingan, yaitu antara pekerja (buruh) dan pengusaha (majikan), serta organisasi buruh (serikat pekerja) dan organisasi pengusaha (Kepmenaker Nomor 648/Men/1985). Hal ini sejalan dengan pedoman pelaksanaan Hubungan Industrial Pancasila, yaitu yang mencakup: pengusaha dan serikat pekerja (labor union), pada hakikatnya antara pekerja dan pengusaha bukanlah dua kekuatan yang memiliki perbedan kepentingan, sehingga saling berusaha untuk memenangkan kepentingannya dengan kekuatan tertentu. Namun, justru keduanya saling membutuhkan dan bekerja sama untuk dapat mencapai tujuan yaitu kesejahteraan bersama atas dasar kemitraan. Salah satu perwujudan upaya tersebut adalah mendirikan suatu organisasi pekerja yang diberi nama “Serikat Pekerja”. Serikat Pekerja sekaligus sebagai pengganti “Serikat Buruh” dan hal ini sesuai dengan UUD 1945 yang menyatakan bahwa “yang disebut golongan-golongan ialah badan-badan seperti koperasi,
serikat pekerja dan lain-lain badan kolektif. Lalu bagaimana nasib hubungan ketenagakerjaan ini berjalan pasca disahkannya UU No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja?