Usulan Perpanjang Masa Jabatan Kades, Worth it kah?

Ide Konstitusionalisme

Gagasan memperluas kewenangan kepala desa merupakan langkah mundur. Perlu diketahui bahwa ruang lingkup kewenangan kepala desa telah dikurangi antara lain dengan pembatasan masa jabatannya melalui peraturan perundang-undangan. Khususnya UU 22/1999 dan UU 32/2004 tentang pemerintahan kawasan khusus membiarkan seseorang menjadi kepala desa selama sembilan tahun bertentangan dengan cita-cita hukum dan konstitusi. Ini melampaui batas kekuasaan yang ditetapkan oleh undang-undang dan peraturan. Lebih lanjut, konstitusi menegaskan bahwa Indonesia adalah negara hukum (rechtsstaat) dan bukan negara yang kuat (machtsstaat). Pengaturan dan pembatasan kekuasaan merupakan ciri konstitusionalisme, sekaligus tugas utama konstitusi.

Oleh karena itu, kemungkinan kesewenang-wenangan dapat dihindari. Otoritas moral tidak boleh diserahkan kepada niat atau sifat pemegangnya. Sebaik apapun seseorang, kekuasaan selalu diatur dan dibatasi agar kebaikannya tidak termakan oleh hukum besi kekuasaan (Asshiddiqie: 2010).

Reaktualisasi Kepemimpinan

Gagasan memperpanjang masa jabatan kepala desa menjadi sembilan tahun tentu melanggar prinsip dan nilai demokrasi. Kekuasaan yang besar seringkali mendorong para pemimpin lokal ke dalam kubangan oligarki, nepotisme, dan otokrasi pemerintahan desa. Jumlah kekuasaan yang kemungkinan mengundang korupsi yang dikutip dari pandangan Lord Acton seorang Profesor Sejarah Modern di Universitas Cambridge, Inggris: “Kekuasaan cenderung korup, dan kekuasaan mutlak korup sepenuhnya.”