Deepfake Pornography: Menilik Jerat Hukum Penyalahguna Deepfake Untuk False Pornography

Ketentuan Peraturan Perundang-Undangan yang Dapat Digunakan dalam Kasus False Pornography Akibat Penyalahgunaan Deepfake

Hingga saat ini, Indonesia masih belum memiliki aturan hukum yang secara komprehensif dan spesifik membahas mengenai teknologi deepfake, namun pada dasarnya penyalahgunaan teknologi deepfake ̶ termasuk false pornography akibat penyalahgunaan deepfake ̶ tidak lepas dari kejahatan dunia maya (cybercrime) karena penyebaran dari hasil editan foto ataupun video deepfake dilakukan melalui dan dalam jaringan internet. Alhasil, peraturan yang dapat digunakan ialah peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan informasi elektronik, kesusilaan, pornografi, serta defamasi. Berikut beberapa ketentuan yang penulis kompilasikan:

  • Berkaitan dengan Penyebaran Konten Asusila (UU ITE)

Berkaitan dengan penyebaran konten asusila, maka dapat digunakan Pasal 27 ayat (1) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU 11/2008) Jo. Pasal 45 ayat (1) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU 19/2016). Adapun ketentuan tersebut lebih menekankan pada orang yang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan konten asusila dibandingkan menekankan pada menghukum editor/pelaku penyalahguna deepfake untuk konten asusila tersebut.

  • Berkaitan dengan Defamasi

Penyebaran konten pornografi dan asusila tersebut tentunya akan merugikan citra dan nama baik korban, sehingga dimungkinkan pula agar pelaku dijerat dengan pasal defamasi sebagaimana ketentuan dalam Pasal 27 ayat (3) UU 11/2008 Jo. 45 ayat (3) UU 19/2016 Jo. Pasal 310-311 KUHP.

  • Apabila Penyebaran Konten False Pornography Akibat Penyalahgunaan Deepfake Didahului dengan Ancaman

Pornografi merupakan hal yang tabu dan dilarang oleh undang-undang, berkaitan dengan teknologi deepfake yang masih tergolong baru, tidak jarang masyarakat belum dapat mengidentifikasi hasil edit teknologi ini sehingga hal ini dapat saja dimanfaatkan pelaku untuk menakut-nakuti, mengancam, dan bahkan memeras korban. Oleh karenanya, berkaitan dengan hal ini, dapat digunakan Pasal 29 UU 11/2008 Jo. Pasal 45B UU 19/2016 yang memberikan ancaman pidana penjara dan/atau denda bagi setiap orang yang mengirimkan informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik berisi ancaman kekerasan atau menakut-nakuti yang ditujukan secara pribadi.

  • Berkaitan dengan Pornografi (UU Pornografi)

Berkaitan dengan hal ini, dapat pula digunakan Pasal 4 ayat (1) Jo. Pasal 29 Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi (UU 44/2008) yang memberikan ancaman pidana penjara dan/atau pidana denda bagi bagi orang yang memproduksi, membuat, memperbanyak, menggandakan, menyebarluaskan, menyiarkan, mengimpor, mengekspor, menawarkan, memperjualbelikan, menyewakan, atau menyediakan pornografi yang secara eksplisit memuat: 

  1. persenggamaan, termasuk persenggamaan yang menyimpang; 
  2. kekerasan seksual; 
  3. masturbasi atau onani; 
  4. ketelanjangan atau tampilan yang mengesankan ketelanjangan; 
  5. alat kelamin; atau 
  6. pornografi anak.

Penutup