Model Pengujian Undang-Undang dalam Kepustakaan Hukum Tata Negara

Oleh: Mario Agritama

(Content creator Advokat Konstitusi)

Sistem pengujian Undang-Undang hadir sebagai upaya untuk membatasi kekuasaan negara dan sebagai ikhtiar untuk melindungi hak-hak warga dan telah dianut pada hampir setiap negara modern. Di dalam buku karangan Benny K. Harman, yang berjudul Mempertimbangkan Mahkamah Konstitusi: Sejarah Pemikiran Pengujian UU terhadap UUD menjelaskan beberapa model pengujian Undang-Undang. Pertama, model pengujian legislatif yang menyerahkan kewenangan untuk menguji UU kepada badan legislatif atau pembentuk UU itu sendiri. Kedua, model yang menyerahkan kewenangan tersebut kepada badan tersendiri selain legislatif dan yudikatif seperti Dewan Konstitusi di Prancis. Ketiga, model pengujian yudisial, yaitu pengujian yang dilakukan oleh badan kehakiman.

 

Model Pengujian Legislatif

Model ini sering juga disebut sebagai model supremasi parlemen. Ajaran ini bersumber dari teori demokrasi atau ajaran kedaulatan rakyat yang menjunjung tinggi supremasi parlemen. Ajaran supremasi parlemen ini pertama kali dikemukakan oleh Ahli Konstitusi Inggris, Albert Venn Dicey. Menurut AV. Dicey ajaran supremasi parlemen memuat dua prinsip dasar. Pertama, parlemen adalah yang tertinggi. Artinya, parlemen dapat membuat UU dan tidak boleh ada kekuasaan lain di luar parlemen yang dapat membuat UU bahkan membatalkan produk UU yang dibuat oleh Parlemen.