Penataan Ulang Fungsi Legislasi di Indonesia

Merujuk pada konstitusi di beberapa Negara yang menerapkan sistem presidensil seperti Indonesia tidak secara eksplisit mencantumkan bahwa Presiden berhak mengajukan rancangan undang-undang seperti pada Artice I Section I Konstitusi Amerika Serikat, RUU dapat diajukan secara penuh oleh Legislatif in casu DPR dan DPD. Keikutsertaan presiden baru muncul setelah RUU dibahas dan disetujui oleh DPR dan DPD (Contoh pasal 211 Konstitusi Venezuela). Kemudian kemunculan forum konsultatif juga sangat dibutuhkan agar mengurangi undang-undang yang tidak sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Tidak menutup kemungkinan Lembaga Yudikatif seperti Mahkamah Konstitusi. Hal ini bertujuan untuk memberikan pemahaman substansi pengaturan dalam suatu uu yang telah diputus Mahkamah Konstitusi dinyatakan tidak konstitusional untuk tidak kembali muncul dengan wujud uu baru.

Dengan merujuk kepada konstitusi Amerika Serikat, Filipina, Venezuela, Korea Selatan, dan Argentina, presiden diberikan hak veto atas RUU yang telah disetujui lembaga legislatif. John H. Garvey dan Alexander Aleinikoff dalam bukunya “modern Constitutional Theory” menjelaskan bahwa tujuan utama memberikan hak veto kepada presiden adalah untuk melindungi presiden dan kekuasaan eksekutif dari penggerogotan yang dilakukan lembaga legislatif dan kemungkinan adanya undang-undang yang tidak layak (improper law). Namun, hak veto tersebut dapat ditolak dengan jumlah dukungan suara tertentu oleh DPR dan DPD (veto Overriden). Untuk mewujudkan penataan fungsi legislasi sebagai jalan konstitusional tersebut meneruskan perjuangan perubahan UUD 1945 menjadi sebuah keharusan yang tak terhindarkan.