RUU KIA: Mensejahterakan atau Justru Melemahkan Daya Saing Perempuan?

RUU KIA didalamnya mengatur bahwa pada saat pekerja perempuan menjalani cuti hamil selama 6 bulan, selama 3 bulan pertama berhak mendapatkan gaji penuh dan pada 3 bulan berikutnya berhak mendapatkan gaji sebesar 70%. Posisi tersebut sepintas memberikan kesejahteraan pada pekerja perempuan, akan tetapi hal tersebut berpotensi menurunkan nilai tawar pekerja perempuan terhadap pekerja laki-laki di dunia kerja. Dimana apabila kebijakan ini benar dilaksanakan, para pemberi kerja bisa berpikir untuk memilih tidak mempekerjakan perempuan pada usia produktif, karena dianggap tidak memberikan kontribusi selama periode cuti dan disisi lain pemberi kerja masih harus menanggung upah para pekerja tersebut. 

Bahaya Feminisasi Kemiskinan

Apabila wacana perpanjangan cuti hamil tersebut dilaksanakan tanpa pertimbangan yang matang, terdapat bahaya besar yang tersembunyi di dalamnya, yakni potensi ‘feminisasi’ kemiskinan atau sebuah keadaan dimana sebagian besar angka kemiskinan dihuni oleh perempuan. Feminisasi kemiskinan ini merupakan kemiskinan terstruktur yang dialami perempuan. Ini disebabkan oleh ketimpangan gender, seperti ketertinggalan perempuan dalam akses sumber daya ekonomi, pelayanan publik, partisipasi politik, serta lemahnya posisi perempuan di masyarakat. Perempuan akan semakin sulit memperoleh pendapatan, dan berujung semakin rentan terjerat dalam belenggu kemiskinan.