Analisis Yuridis Implikasi Justice Collaborator Terhadap Perkara Pidana

Konsep Justice Collaborator dalam Hukum Acara Pidana

Perlu diperhatikan bahwa Justice Collaborator memiliki regulasi khusus yang mengakibatkan perlindungan khusus kepada yang bersangkutan. Mulai dari perlindungan khusus, pengurangan hukuman, perlindungan fisik, pemberian fasilitas, hingga imunitas akan segala tuntutan. Namun, hal ini berbeda halnya dengan saksi mahkota karena adanya regulasi khusus yang mengatur tentang Justice Collaborator. Konsep ini diatur dalam Pasal 41 ayat (2) huruf e UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi menyebutkan bahwa “masyarakat yang berperan serta membantu upaya pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi berhak mendapat perlindungan hukum, dalam hal diminta hadir dalam proses penyelidikan, penyidikan, dan di sidang pengadilan sebagai saksi pelapor, saksi, atau saksi ahli, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.”

Selain itu, Pasal 15 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 menyebutkan “Komisi Pemberantasan Korupsi berkewajiban memberikan perlindungan terhadap saksi atau pelapor yang menyampaikan laporan ataupun memberikan keterangan mengenai terjadinya tindak pidana korupsi”. Dan Mahkamah Agung telah mengeluarkan pengaturan terkait mengenai Justice Collaborator dalam Surat Edaran Nomor 04 Tahun 2014 tentang Perlakukan Bagi Pelapor Tindak Pidana (Whistleblower) dan Saksi Pelaku Yang Bekerjasama (Justice Collaborator) (Irin, 2021). Di Dalam Perkara Tindak Pidana Tertentu. Pemberian perlakuan khusus terhadap Justice Collaborator dalam proses peradilan, dilakukan dalam bentuk memberikan hukuman percobaan, atau menjatuhkan hukuman lebih ringan dari pada pelaku tindak pidana lainnya. Karena mengingat pengaturan dalam Pasal 20 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 hanya memberikan batasan terhadap upaya peringanan hukuman bagi Justice Collaborator (Esti Kanti, 2020).