Draf Perpres Baru Berpotensi Loloskan Pelanggar HAM Berat?

Hal ini memberi peringatan bagi Pemerintah untuk tidak melangkahi atau mengingkari amanat UU HAM. Ketentuan peraturan pelaksana yang ada di bawah undang-undang haruslah sesuai dengan seluruh undang-undang yang telah berlaku, tidak ada satupun yang dapat bertentangan dengan apa yang telah diatur. Jika hendak mengadakan mekanisme non-litigasi, maka yang dapat dilakukan adalah dengan membentuk undang-undang. Hal ini pernah dilakukan pada zaman pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dengan membentuk Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2004 tentang Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (UU KKR).

Permasalahannya, UU KKR diputus inkonstitusional dan tak lagi memiliki kekuatan hukum mengikat oleh Mahkamah Konstitusi melalui Putusan MK Nomor 006/PUU-IV/2006. Menurut MK, hanya dengan permohonan maaf dan rasa bersalah dari pelaku, upaya rekonsiliasi pelaku dan korban, tidak akan pernah menghapus tanggung jawab pelaku atas pelanggaran HAM berat. Kewajiban untuk menjamin dan melindungi HAM ada pada Pemerintah, sehingga praktik pemberian amnesti oleh Presiden pada pelaku pelanggaran HAM berat hanya akan mengesampingkan perlindungan hukum dan keadilan yang dijamin pada UUD 1945, terutama pada para korban. Pemberian amnesti pada pelanggar HAM berat tersebut juga tidak diperkenankan oleh komunitas internasional, menurut General Comment Komisi HAM PBB (UNHRC).