Pengawasan Dalam Pembentukan Peraturan Daerah

Ketiga, Proses evaluasi rancangan perda yang dilaksanakan oleh Kemendagri, baru dijalankan setelah raperda mendapat persetujuan bersama antara pemda dan DPRD atau lebih tepatnya sebelum diberikannya penomoran register Perda. Berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka 22 Permendagri diatas, yang menyatakan bahwa evaluasi adalah pengkajian dan penilaian terhadap rancangan perda yang diatur sesuai Undang-Undang dibidang pemerintahan daerah dan peraturan perundang-undangan lainnya untuk mengetahui kesesuaian dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, kepentingan umum, dan/atau kesusilaan. Proses evaluasi dilakukan terhadap rancangan Perda yang mengatur mengenai hal tertentu sebagaimana ketentuan Pasal 245 ayat (1) UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (UU Pemda), yang menyatakan Rancangan Perda Provinsi yang mengatur tentang RPJPD, RPJMD, APBD, perubahan APBD, pertanggungjawaban pelaksanaan APBD, pajak daerah, retribusi daerah dan tata ruang daerah harus mendapat evaluasi Menteri sebelum ditetapkan oleh gubernur.

Keempat, proses klarifikasi oleh Kemendagri setelah Perda diundangkan. Berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka 32 Permendagri diatas, yang menyatakan bahwa Klarifikasi adalah pengkajian dan penilaian terhadap perda untuk mengetahui kesesuaian dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, kepentingan umum, dan/atau kesusilaan. Proses klarifikasi ini dilakukan sebagai bentuk pengawasan represif karena Pemerintah Pusat tidak mempunyai kewenangan lagi untuk membatalkan Perda. Hal ini setelah adanya Putusan MK Nomor 137/PUU-XIII/2015 dan Putusan MK Nomor 56/PUU-XIV/2016, yang melalui kedua putusannya tersebut menyatakan bahwa kewenangan Kemendagri dan Gubernur selaku wakil pemerintah pusat dalam membatalkan Perda Provinsi, Pergub, Perda Kabupaten/Kota inkonstitusional atau bertentang dengan Pasal 18 ayat (6), Pasal 28D ayat (1), dan Pasal 24A ayat (1) UUD 1945.