Penyempurnaan Pasal 20 Ayat (5) UUD 1945: Melanjutkan Gagasan Komisi Konstitusi

Terlepas dari permasalahan yang terjadi pada Komisi Konstitusi, ada beberapa poin kajian terkait dengan perubahan UUD 1945 yang sebenarnya masih relevan apabila ingin dilakukan amandemen kelima terhadap UUD 1945. Kajian ini bisa menjadi landasan awal seandainya kondisi politis dan sosiologis masyarakat mendorong terjadinya amandemen kelima UUD 1945. Adapun salah satu poin kajian tersebut adalah mengenai pembentukan peraturan perundang-undangan di Indonesia khususnya pembentukan Undang-Undang di Indonesia. Secara spesifik, ada satu usulan yang ditawarkan oleh Komisi Konstitusi terhadap pembentukan undang-undang khususnya yang berkaitan dengan Pasal 20 ayat (5) dalam UUD NRI Tahun 1945, ada tiga hal mendasar yang secara umum akan dijelaskan sebagai berikut (Saldi:2010:316).

Pertama, Presiden atau eksekutif tidak lagi menjadi bagian dalam proses pembahasan dan persetujuan undang-undang, Dengan usulan seperti ini, maka tidak ada lagi frasa pembahasan dan persetujuan bersama antara Presiden dan DPR. Kedua, dengan tidak ada lagi peran Presiden dalam pembahasan dan persetujuan bersama, Presiden dapat menolak (tidak mengesahkan) rancangan undang-undang yang telah disetujui oleh DPR. Penolakan ini dikenal dengan hak veto Presiden dalam fungsi legislasi. Ketiga, penolakan Presiden bukan harga mati karena hal tersebut dapat dibahas kembali oleh DPR. Jika kemudian, DPR menyetujui kembali dengan dukungan sekurang-kurangnya dua-pertiga anggota DPR, Presiden harus mengesahkan rancangan undang-undang itu menjadi undang-undang.