Penyempurnaan Pasal 20 Ayat (5) UUD 1945: Melanjutkan Gagasan Komisi Konstitusi

Dalam naskah komprehensif juga dijelaskan bahwa fraksi menyepakati pasal ini untuk dibahas dalam rapat pembahasan selanjutnya. Namun demikian saat UUD 1945 resmi berlaku, rumusan Pasal 20 ayat (5) tetap seperti naskah awal. Hal ini tentu dapat menyebabkan banyak problematik karena secara teori, tindakan tidak menandatangani ini dapat bermakna setuju juga dapat bermakna menolak. Hal tersebut tergantung masalah pilihan saja. Di Amerika, apabila Presiden sampai akhir tahun tidak melakukan apa apa terhadap rancangan undang-undang yang telah disetujui oleh parlemen maka Presiden dianggap memveto (menolak) rancangan undang-undang tersebut (Wicipto:2004:25).

Selain itu, ada konsekuensi hukum dari ketentuan ini yaitu bahwa Presiden tidak bisa menyatakan dirinya tidak terikat dengan undang-undang yang tidak ditandatangani dengan dalih Presiden tidak menandatangani undang-undang tersebut karena ditandatangani atau tidak, undang-undang tersebut tetap sah dan wajib diundangkan. Apabila suatu undang-undang telah diundangkan, maka semua orang dianggap tahu mengenai undang-undang tersebut atau yang lazim dikenal dengan fiksi hukum. Dengan fiksi hukum, orang tidak bisa berdalih tidak terikat oleh suatu undang-undang yang telah diundangkan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia dengan alasan ketidaktahuan atau alasan lain (Wicipto:2004:25).