Reformulasi Checks and Balances di Indonesia: Analisa Perubahan Kewenangan Presiden dalam Sistem Presidensial Indonesia Pasca-Reformasi

Maka, dapat disimpulkan bahwa penerapan sistem pemerintahan presidensial di Indonesia pasca-reformasi menunjukkan adanya purifikasi dalam penerapannya walaupun masih terkandung karakteristik parlementer dalam proses legislasi. Di sisi lain, penerapan presidensialisme dan multipartisme mengalami penurunan kualitas dan penerapannya berjalan kurang baik, dikarenakan prinsip-prinsip presidensialisme mengalami reduksi (Amal & Panggabean, 1999: 179).

Karena desain yang ideal dalam sistem pemerintahan presidensial yang efektif adalah dengan beberapa agenda berikut, antara lain: a. Desain pemilu, yaitu perlunya agar pemilu dirancang untuk mendorong penerapan parliamentary threshold sebesar 5% serta penerapan sistem campuran dalam pemilu (distrik dan proporsional); b. Desain institusi parlemen, yaitu rancangan kelembagaan parlemen diarahkan untuk menyederhanakan polarisasi politik di parlemen; dan c. Desain institusi kepresidenan, yakni sebuah keharusan untuk mengarahkan institusi kepresidenan agar memperkuat posisi presiden, terutama dalam hal pembagian kewenangan yang jelas antara presiden dan wakil presiden serta kewenangan-kewenangan lainnya yang berbenturan.

 

DAFTAR PUSTAKA

  • Schmitt, C. (2008) Constitutional Theory. diterjemahkan dan diedit oleh Jeffrey Seitzer. Durham: Duke University Press, h. 230.
  • MPR RI, Setjen. (2003) Panduan Dalam Memasyarakatkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Jakarta: Setjen MPR RI, h. 14.
  • Syafiie, I. (2003) Teori dan Analisis Politik Pemerintahan Dari Orde Lama, Orde Baru sampai Reformasi. Jakarta: Perca. h. 27.
  • Amal, I. dan Panggabean, S. (1999) Reformasi Sistem Multi-Partai dan Peningkatan Peran DPR dalam Proses Legislatif. Yogyakarta: Tiara Wacana, h. 179.
  • Huda, N. (2001) Politik Ketatanegaraan Indonesia. Yogyakarta: UII Press, h. 4.