Tindakan Tembak Mati Kepolisian Terhadap Pelaku Penyerang Mabes Polri

Pada dasarnya penggunaan senjata api sangat sensitif dan selektif, tidak di setiap kondisi penanganan kejahatan personil kepolisian dapat menunjukkan, menodongkan bahkan meletuskan senjata api miliknya terhadap pelaku kejahatan. Penggunaan kekuatan harus dilaksanakan secara seimbang antara ancaman yang dihadapi dan tingkat kekuatan atau respon anggota Polri, sehingga tidak menimbulkan kerugian/korban/penderitaan yang berlebihan. 

Bagi anggota kepolisian senjata api memiliki fungsi untuk menjaga stabilitas dalam bidang pengamanan kepada masyarakat dengan tujuan untuk melindungi dari tindakan kejahatan. Akan tetapi, penggunaan fungsi senjata api juga harus mengikuti prosedur dan standarisasi agar tidak disalahgunakan oleh oknum kepolisian melihat banyaknya kasus yang terjadi akibat penyalahgunaan senjata api oleh personil kepolisian (Anggraini, 2021: 33).

Berdasarkan Pasal 47 Peraturan Kapolri No. 8 Tahun 2009 tentang Implementasi Prinsip dan Standar Hak Asasi Manusia dalam Penyelenggaraan Tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia menyebutkan dalam hal penggunaan senjata api hanya dapat dipergunakan apabila benar- benar diperuntukkan untuk melindungi nyawa manusia.

Lebih lanjut dalam perkapolri a quo, menyebutkan beberapa syarat dapat digunakannya senjata api bagi petugas kepolisian, yaitu dalam hal menghadapi keadaan luar biasa, untuk membela diri dari ancaman kematian dan/atau luka berat, untuk membela orang lain terhadap ancaman kematian dan/atau luka berat, mencegah terjadinya kejahatan berat atau yang mengancam jiwa orang, menahan, mencegah atau menghentikan seseorang yang sedang atau akan melakukan tindakan yang sangat membahayakan jiwa, dan menangani situasi yang membahayakan jiwa, dimana langkah-langkah yang lebih lunak tidak cukup.