Wajib Militer vs Komponen Cadangan

Wajib militer atau seringkali disingkat sebagai wamil adalah kewajiban bagi warga negara berusia muda terutama pria, biasanya antara 18 – 27 tahun untuk menyandang senjata dan menjadi anggota tentara dan mengikuti pendidikan militer guna meningkatkan ketangguhan dan kedisiplinan orang itu sendiri. Wamil sering kali disalah artikan sebagai satu-satunya bentuk bela negara. Padahal wamil adalah salah-satu bentuk bela negara.

Secara konstitusional bela negara merupakan hak dan kewajiban setiap warga negara, hal ini diatur dalam Pasal 27 ayat (3) UUD NRI 1945. Lebih lanjut dalam Pasal 30 ayat (1) UUD NRI 1945 juga memberikan pengaturan bahwa setiap orang berhak dan wajib dalam upaya bela negara. Rumusan ini kemudian diatur lebih lanjut dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara (UU 3/2002). Di dalamnya diatur apa saja yang menjadi jenis upaya bela negara. Pasal 9 ayat (2) UU 3/2002 menjelaskan bahwa keikutsertaan warga negara dalam upaya bela negara, sebagaimana dapat  diselenggarakan melalui:

  1. Pendidikan kewarganegaraan;
  2. Pelatihan dasar kemiliteran secara wajib;
  3. Pengabdian sebagai prajurit Tentara Nasional Indonesia secara sukarela atau secara wajib
  4. Pengabdian sesuai dengan profesi.

Terlihat jelas bahwa salah satu pilihan upaya bela negara adalah dengan pengabdian sesuai dengan profesi. Tentu hal ini merupakan pilihan yang amat baik, mengingat bakat dan kemampuan tiap warga negara tentu berbeda. Dengan adanya pilihan tersebut, maka tiap warga negara dapat berkontribusi sesuai dengan bakat dan kemampuannya. Di antaranya, bisa melalui pekerjaan atau profesi yang ia tempuh dalam kehidupan sehari-harinya. Misalnya saja pengabdian sebagai guru, dokter, pengusaha, pekerja kantor, atau bahkan petugas kebersihan sekalipun.