Polemik Sistem Presidential Treshold yang tak kunjung usai

Apabila pasangan calon presiden dan wakil presiden tersebut tidak ada yang mendapatkan suara lebih dari 50% maka pemilihan presiden dan wakil presiden berlangsung dua putaran, yakni dua pasangan calon presiden dan wakil presiden yang memperoleh suara terbanyak akan bertarung kembali dalam pemilihan presiden dan wakil presiden. Dengan dilaksanakan pemilihan presiden dan wakil presiden dua putaran tentu akan menambah pengeluaran negara. Selain itu akan memperpanjang masalah dengan lamanya proses pemilihan presiden dan wakil presiden  dan keterbelahan masyarakat kembali muncul karena hanya dua  pasangan calon presiden dan wakil presiden yang muncul. Ditambah partai politik dengan bebas dapat mencalonkan kadernya menjadi pasangan calon presiden dan wakil presiden maka berakibat pada proses penyeleksiannya yang tidak ketat sehingga calon yang muncul tidak berkualitas dan berintegritas.

Namun di sisi lain, kehadiran Presidential threshold ini menjadi salah satu cara penguatan sistem presidensial melalui penyederhanaan partai politik. Tujuannya menciptakan pemerintahan yang stabil dan tidak menyebabkan pemerintahan yang berjalan mengalami kesulitan di dalam mengambil kebijakan dengan lembaga legislatif. Penerapan presidential threshold menurut penilaian Mahkamah Konstitusi melalui putusan Nomor 3/PUU-VII/2009 merupakan kebijakan yang lebih demokratis karena tidak mengancam eksistensi partai politik dalam mengajukan pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden. Presidential threshold dianggap tidak bertentangan dengan UUD NRI Tahun 1945 karena tidak menegasikan prinsip kedaulatan rakyat, serta tidak bersifat diskriminatif karena berlaku untuk semua partai politik. Sedangkan menurut putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 14/PUU-XI/2013 ketentuan mengenai presidential threshold dianggap merupakan kebijakan hukum terbuka (open legal policy) dari pembentuk Undang-Undang. Istilah kebijakan hukum terbuka dapat dimaknai sebagai suatu kebebasan bagi pembentuk Undang-Undang untuk mengambil kebijakan hukum.