RESTRUKTURISASI SISTEM PENEGAKAN HAM SEBAGAI UPAYA MENGEMBALIKAN MARWAH NEGARA HUKUM PANCASILA

Rezim reformasi yang diharapkan dapat memerangi pelanggaran HAM masih terkontaminasi oleh para pelaku pelanggaran HAM berat yang duduk di kursi pemerintahan. Legitimasi kekuasan yang diberikan pemerintah kemudian mempengaruhi proses penegakan hukum baik secara in abstracto maupun in concreto (Tonggat, 2013: 192). Tumpulnya implementasi hukum dalam sektor HAM telah memudarkan marwah Indonesia sebagai negara hukum yang berlandaskan Pancasila.

Indonesia sebagai negara hukum seharusnya memiliki kewajiban untuk menjamin perlindungan HAM sebagaimana diamanatkan sila kedua Pancasila, namun sebaliknya negara justru mendegradasi nilai HAM dengan mempertahankan mekanisme penegakan yang terbukti tidak menyelesaikan permasalahan apapun. Hal ini kemudian menunjukkan bahwa Ideologi Pancasila belum berhasil untuk mengatasi permasalahan yang dihadapi Bangsa Indonesia.

Penyelesaian kejahatan luar biasa (extraordinary crimes) seharusnya menerapkan formula atau mekanisme yang luar biasa (extraordinary measures) dalam menerobos kokohnya impunitas (Satjipto Rahardjo, 2010: 34). Reformasi hukum dan birokrasi haruslah dilakukan secara holistik untuk mengatasi akar permasalahan langgengnya impunitas. Utamanya, negara harus mampu berkomitmen untuk membersihkan lembaga pemerintahan dari pelaku pelanggaran HAM yang saat ini bertransformasi menjadi pahlawan pro-demokrasi. Restrukturisasi Pengadilan HAM harus dilaksanakan dengan mengedepankan kompleksitas hukum sebagai upaya menjerat pelaku pelanggaran HAM termasuk pejabat negara.