Urgensi Judicial Preview Bagi Undang-Undang Ratifikasi

Maka, mudah dipahami bahwa wewenang MK melakukan judicial review terhadap Undang-Undang, bagi Undang-Undang Ratifikasi akan melahirkan problematika yang kompleks. Maka, perlu memikirkan opsi lain guna meminimalisir hal tersebut.

Judicial Preview

Sebagaimana dapat dilihat dalam judul, penulis berpendapat judicial preview merupakan salah satu opsi yang dapat diambil guna mengatasi tabrakan antara pandangan dualisme MK sebagai penafsir terakhir konstitusi dengan pandangan monisme Kementerian Luar Negeri sebagai ujung tombak diplomasi.Memang harus diakui diskursus tentangnya tidaklah terlalu jamak. Mungkin karena memang belum terdapat Putusan di mana MK menyatakan suatu Undang-Undang Ratifikasi inskonstitusional.

Namun sepanjang Undang-Undang Ratifikasi dipandang dapat diuji dengan skema Judicial review, maka tetap terdapat celah untuk MK ‘mengganggu’ kinerja diplomasi, bahkan setelah Indonesia meratifikasi suatu Perjanjian Internasional.Salah satu masalah yang dapat teridentifikasi adalah Ketentuan mengenai hirarki Peraturan Perundang-undangan dalam pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.

 

Namun tidak ada penjelasan mengenai kedudukan Perjanjian Internasional dalam hukum nasional. Jika ratifikasi perjanjian internasional diwujudkan melalui Undang-Undang, maka terhadap Undang-Undang tersebut dapat dilakukan pengujian (Judicial Review) dengan konsekuensi undang-undang tersebut yang dinyatakan batal demi hukum dan melanggar konstitusi atau UUD 1945 Republik Indonesia. Pembatalan Undang-Undang Ratifikasi dapat menimbulkan implikasi buruk bagi politik internasional dan melemahkan posisi Kementerian Luar Negeri, yang merupakan garis depan diplomasi negara.