Paradigma Legisprudence : Jalan Keluar Pergumulan Paradigma Hukum dengan Politik dalam Proses Legislasi

Persinggungan hukum dengan realitas politik memang sesuatu yang mutlak, namun penekanannya adalah bagaimana realitas politik dapat menerapkan hukum yang baik. Karena sejatinya memang hukum adalah produk politik dari pada lembaga legislatif yang ada. Produk hukum tersebut dikeluarkan secara demokratis melalui lembaga yang terhormat, namun muatannya tidak dapat dilepaskan dari kekuatan politik yang ada di dalamnya (Mahfud, 1998:24). Sehingga dalam pemberlakuan hukum dibuka kemungkinan untuk menerapkan paradigma yang beragam dalam pergumulan praktik politik bisa secara bijaksana maupun tidak.

Dalam realita yang terjadi pada DPR nampaknya DPR terlalu menerapkan paradigma hukum secara legisme. Legisme sendiri ialah aliran yang memaknai hukum hanya sebagai undang-undang, sehingga tidak ada hukum di luar undang-undang (Lili, 2004:56). Sehingga kesan DPR hanya menjalankan undang-undang sebagai legitimasi hukum dengan mengesampingkan nilai-nilai diluar daripada itu menjadi kenyataan. Selaras dengan hal tersebut penulis berpandangan bahwa DPR mengedepankan paradigma positivisme hukum dalam melakukan proses legislasi.

Perlu dipahami bahwa positivisme hukum memandang sistem hukum sebagai suatu sistem yang logis, tetap, dan bersifat tertutup di mana keputusan-keputusan hukum yang benar / tepat dapat diperoleh dengan alat alat logika dari peraturan-peraturan hukum yang telah ditentukan sebelumnya tanpa memperhatikan tujuan-tujuan sosial, politik, dan ukuran-ukuran moral (Lili, 2004:58).Akibatnya adalah terjadinya pengikisan kepercayaan publik kepada DPR hingga kualitas hukum yang dihasilkan sangatlah tidak baik. Gambaran ini merupakan dasar berfikir untuk meletakan urgensi penataan pola hubungan hukum dan politik dalam upaya merajut penegakan hukum yang berkeadilan.