Masa Depan Presidensialisme Indonesia Pasca Putusan MK 68/PUU-XX/2022

Jabatan Menteri dalam bangunan sistem presidensiil merupakan jabatan “selected” bukan “elected”, yang artinya tidak dipilih melalui pemilihan umum, melainkan ditunjuk oleh Presiden. Hal ini menegaskan bahwa Menteri semestinya tidak memiliki agenda ataupun visi misi tersendiri, tetapi merupakan penterjemah visi dan misi presiden dalam urusan pemerintahan yang diembannya. Pola ideal seperti ini merupakan hal yang sulit ditemui, sebab kita tidak benar-benar mengetahui apakah Presiden memiliki ukuran kinerja yang jelas dalam mengukur keberhasilan Menteri dalam menjabarkan visi misi Presidennya. Dalam konteks pembentukan UU misalnya, apakah Presiden benar-benar memberikan arahan kepada menterinya perihal substansi UU yang akan diatur, manakah yang boleh diatur mana yang tidak. Manakah pasal dalam RUU yang diwajibkan untuk masuk, mana pasal RUU yang dapat didiskusikan oleh parlemen. 

Soliditas Kabinet dalam Ancaman

Walaupun dalam Pasal 17 UUD NRI 1945 Presiden memiliki kewenangan yang sangat besar dalam menentukan Menteri, dalam praktiknya jika dikaitkan dengan sistem presidensialisme multipartai, kewenangan presiden tersebut tidak benar-benar kuat. Hal ini dilihat dari munculnya koalisi partai politik yang mendukung presiden dalam pemilihan umum. Bangunan koalisi yang tadinya diniatkan untuk membangun pemerintahan yang stabil justru terkadang malah membuat pembelahan dalam penunjukan Menteri sampai penyusunan kebijakan pemerintahan.