Pengejawantahan Penegakan Hukum Lembaga Kejaksaan: Reposisi Kedudukan Kejaksaan Secara Konstitusional sebagai Main State Organ

Menurut Artidjo Alkostar mantan Hakim Mahkamah Agung, independensi mengandung dua makna, yaitu independensi institusional/kelembagaan (lembaga yang mandiri dan harus bebas dari intervensi oleh pihak lain di luar sistem) dan independensi fungsional (kemandirian dalam menjalankan tugas dan fungsinya). Salah satu faktor yang sangat berpengaruh terhadap independensi baik institusional/kelembagaan maupun fungsional adalah posisinya dalam struktur kelembagaan.

Menurut Ronny Rahman N, bahwa sangat sulit bagi Kejaksaan untuk tidak terikat dengan politik dan kebijakan pemerintah. Jaksa tidak dapat dengan dalih demi profesi menentukan arah penuntutannya sendiri. Jaksa Agung sebagai bawahan Presiden harus tunduk dengan kebijakan hukum atasannya. Selain itu, Daniel S. Lev yang menggambarkan dinamika politik mempengaruhi tingkat independensi profesi ini. Hal ini, ditegaskan oleh Mantan Jaksa Agung Ismail Saleh yang mengatakan bahwa dalam kenyataannya campur tangan, intervensi atau pengaruh baik langsung atau tidak langsung dari presiden dan eksekutif sulit untuk dihindari. Jadi, di sinilah terdapat ambiguitas, mengingat kedudukannya yang berada di lingkungan eksekutif. Dengan perkataan lain, kejaksan yang merupakan lembaga pemerintah harus tunduk dan taat kepada perintah presiden karena secara hierarkis kejaksaan merupakan lembaga pemerintahan yang pimpinannya diangkat oleh presiden. Jika melihat fungsi, tugas dan kewenangannya, kejaksaan adalah lembaga yudikatif yang seharusnya mandiri. Akan tetapi dikarenakan lembaga kejaksaan menjadi bagian dari pemerintahan maka sebuah intervensi politik akan sulit terelakkan.